Selasa, 08 April 2014

Tugas 2 Stress



Tugas 2
I

Stres



A. Arti Penting Stres
Stress adalah bentuk ketegangan dari fisik, psikis, emosi maupun mental. Bentuk ketegangan ini mempengaruhi kinerja keseharian seseorang. Bahkan stress dapat membuat produktivitas menurun, rasa sakit dan gangguan-gangguan mental. Pada dasarnya, stress adalah sebuah bentuk ketegangan, baik fisik maupun mental. Sumber stress disebut dengan stressor dan ketegangan yang di akibatkan karena stress, disebut strain. 


Menurut Robbins (2001) stress juga dapat diartikan sebagai suatu kondisi yang menekan keadaan psikis seseorang dalam mencapai suatu kesempatan dimana untuk mencapai kesempatan tersebut terdapat batasan atau penghalang. Dan apabila pengertian stress dikaitkan dengan penelitian ini maka stress itu sendiri adalah suatu kondisi yang mempengaruhi keadaan fisik atau psikis seseorang karena adanya tekanan dari dalam ataupun dari luar diri seseorang yang dapat mengganggu pelaksanaan kerja mereka.


Menurut Woolfolk dan Richardson (1979) menyatakan bahwa adanya system kognitif, apresiasi stress menyebabkan segala peristiwa yang terjadi disekitar kita akan dihayati sebagai suatu stress berdasarkan arti atau interprestasi yang kita berikan terhadap peristiwa tersebut, dan bukan karena peristiwa itu sendiri.Karenanya dikatakan bahwa stress adalah suatu persepsi dari ancaman atau dari suatu bayangan akan adanya ketidaksenangan yang menggerakkan, menyiagakan atau mambuat aktif organisme.


Sedangkan menurut Handoko (1997), stress adalah suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses berpikir dan kondisi seseorang. Stress yang terlalu besar dapat mengancam kemampuan seseorang untuk menghadapi lingkungannya.

Sedangkan berdasarkan definisi kerja stress, stress dapat diartikan sebagai:

  • Suatu tanggapan adaptif, ditengahi oleh perbedaan individual dan atau proses psikologis, yaitu suatu konsekuensi dari setiap kegiatan (lingkungan), situasi atau kejadian eksternal yang membebani tuntunan psikologis atau fisik yang berlebihan terhadap seseorang. 
  • Sebagai suatu tanggapan penyesuaian, dipengaruhi oleh perbedaan individu dan atau proses psikologis yang merupakan suatu konsekuensi dari setiap tindakan dari luar ( lingkungan ) situasi atau peristiwa yang menetapkan permintaan psikologis dan atau fisik berlebihan pada seseorang.

Menurut Mason (1971) membantah konsep yang mengatakan bahwa stress hanyalah merupakan badaniah saja. Ditunjukkkannya bahwa daya adaptasi seseorang itu tergantung pada faktor-faktor kejiwaan atau psikologiknya yang menyertai stresor. Stres bukanlah konsep faal saja, lebih banyak dilihat sebagai konsep perilaku, setiap reaksi organisme terhadap stresor memungkinkan sekali terlebih dahulu dimulai oleh kelainan perilaku dan kemudian mungkin baru terjadi akibat faal, kemudian Mason (1976) menunjukkan bahwa terdapat pola hormonal yang berbeda terhadap stresor fisik yang berbeda.


Pada penelitain Wolf dan Goodel (1968) bahwa individu-individu yang mengalami kesukaran dengan suatu sistem organ, cenderung akan bereaksi etrhadap stresor dengan gejala dan keluhan dalam sistem organ yang sama.Kondisi sosial, perasaan dan kemampuan untuk menanggulangi masalah, ternyata mempengaruhi juga aspek yang berbeda-beda dari reaksi terhadap stres.


Menurut Selye (Bell, 1996) stress diawali dengan reaksi waspada (alarm reaction) terhadap adanya ancaman, yang ditandai oleh proses tubuh secara otomatis, seperti: meningkatnya denyut jantung, yang kemudian diikuti dengan reaksi penolakan terhadap stressor dan akan mencapai tahap kehabisan tenaga (exhaustion) jika individu merasa tidak mampu untuk terus bertahan.



Lazarus (1984) menjelaskan bahwa stress juga dapat diartikan sebagai:

  • Stimulus, yaitu stress merupakan kondisi atau kejadian tertentu yang menimbulkan stress atau disebut juga dengan stressor. 
  • Respon, yaitu stress merupakan suatu respon atau reaksi individu yang muncul karena adanya situasi tertentu yang menimbulkan stress. Respon yang muncul dapat secara psikologis, seperti: takut, cemas, sulit berkonsentrasi dan mudah tersinggung.
  • Proses, yaitu stress digambarkan sebagai suatu proses dimana individu secara aktif  dapat mempengaruhi dampak stress melalui strategi tingkah laku, kognisi maupun afeksi.

Rice (2002) mengatakan bahwa stres adalah suatu kejadian atau stimulus lingkungan yang menyebabkan individu merasa tegang. Atkinson (2000) mengemukakan bahwa stres mengacu pada peristiwa yang dirasakan membahayakan kesejahteraan fisik dan psikologis seseorang. Situasi ini disebut sebagai penyebab stres dan reaksi individu terhadap situasi stres ini sebagai respon stres. 


Berdasarkan berbagai penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa stres merupakan suatu keadaan yang menekan diri individu. Stres merupakan mekanisme yang kompleks dan menghasilkan respon yang saling terkait baik fisiologis, psikologis, maupun perilaku pada individu yang mengalaminya, dimana mekanisme tersebut bersifat  individual yang sifatnya berbeda antara individu yang satu dengan Jadi, stress dapat mempengaruhi fisik, psikis mental dan emosi. Tetapi, stress dapat mempunyai dua efek yang berbeda, bisa negatif ataupun positit, tergantung bagaimana kuatnya individu tersebut menghadapi stress atau bagaimana individu tersebut mempersepsikan stress yang sedang dihadapinya.


Tingkat stres

Menurut Stuart dan Laraia (2005), ada 3 macam tingkatan Stres antara

lain: 
a. Stres Ringan

Berhubungan dengan ketegangan yang dialami sehari-hari. Dapat memotivasi individu untuk belajar dan mampu memecahkan masalah secara efektif.
b. Stres Sedang

Memungkinkan individu untuk berfokus pada hal-hal yang penting.
c. Stres Berat

Individu cederung pada suatu objek yang dapat mengurangi ketegangan.



Sumber Stress 
 Hidayat (2004) menyebutkan ada 3 aspek sumber stress, diantaranya: 
1. Diri sendiri

Sumber stress ini dikarenakan adanya konflik antara keinginan dan kenyataan yang beda, sehingga berbagai masalah yang datang pada dirinya tidak mampu diatasi dapat menimbulkan.
2. Keluarga

Stress yang bersumber dari keluarga disebabkan adanya persilisihan antar keluarga, masalah keuangan keluarga, serta adanya tujuan yang berbeda.
3. Masyarakat dan Lingkungan

Sumber stress ini dikarenakan adanya pekerjaan umum sebagai stress pekerja karena kurang kerja sama antar pekerja.



B. Tipe-Tipe Stres Psikologi

Manusia berespon terhadap stres secara keseluruhan, sehingga kita tidak dapat memisahkan secara sangat tegas bentuk-bentuk stres. Stres biologis, misalnya adanya infeksi bakteri, akan juga berpengaruh terhadap emosi kita. Bisa pula suatu stres psikologis, misalnya kegagalan kerja, sangat berpengaruh terhadap kesejahteraan fisik. Meski demikian, dapat disebutkan beberapa tipe stres psikologis, yang sering terjadi bersamaan. 


Tekanan

Tekanan bersumber dari dalam diri (misal: ambisi) atau luar diri (misal: kompetisi di lingkungan), bahkan dapat berupa gabungan keduanya. Apabila terlalu keras menuntut diri sendiri, muncul perilaku self-defeating, dimana diri kita kalah dengan tuntutan kita sendiri yang berlebihan (contoh: pada orang perfeksionis). Tekanan lingkungan lainnya, seperti menghadapi ujian, tagihan hutang. Kita dapat mengalami tekanan dari dalam maupun luar diri, atau keduanya. Ambisi personal bersumber dari dalam, tetapi kadang dikuatkan oleh harapan-harapan dari pihak di luar diri. 



Konflik. 

Konflik terjadi ketika kita berada di bawah tekanan untuk berespon simultan terhadap dua atau lebih kekuatan-kekuatan yang berlawanan. 

·    1. Konflik menjauh-menjauh: individu terjerat pada dua pilihan yang sama-sama tidak disukai. Misalnya seorang pelajar yang sangat malas belajar, tetapi juga enggan mendapat nilai buruk, apalagi sampai tidak naik kelas.

·  2. Konflik mendekat-mendekat. Individu terjerat pada dua pilihan yang sama-sama diinginkannya. Misalnya, ada suatu acara seminar sangat menarik untuk diikuti, tetapi pada saat sama juga ada film sangat menarik untuk ditonton.

·    3. Konflik mendekat-menjauh. Terjadi ketika individu terjerat dalam situasi di mana ia tertarik sekaligus ingin menghindar dari situasi tertentu. Ini adalah bentuk konflik yang paling sering dihadapi dalam kehidupan sehari-hari, sekaligus lebih sulit diselesaikan. Misalnya ketika pasangan berpikir tentang apakah akan segera memiliki anak atau tidak. Memiliki anak sangat diinginkan karena pasangan dapat belajar menjadi orang dewasa yang sungguh-sungguh bertanggungjawab atas makhluk kecil yang sepenuhnya tak berdaya. Di sisi lain, ada tuntutan finansial, waktu, kemungkinan kehadiran anak akan mengganggu relasi suami-istri, dan lain sebagainya. 


 

  Frustrasi.

Muncul karena adanya hambatan terhadap motif atau perilaku kita dalam mencapai tujuan. Dapat muncul akibat tidak adanya objek tujuan yang sesuai, misal: saat lapar, tidak ada makanan; atau adanya penundaan, misal: menunggu lampu lalu-lintas hijau; atau adanya rintangan sosial, misal: ingin jadi juara menyanyi tapi tidak pernah punya kesempatan. Sumber frustrasi dari dalam diri individu seperti, tidak punya kemampuan, rendahnya komitmen, rendahnya kepercayaan diri, perasaan bersalah, karakteristik individu: jenis kelamin, warna kulit.


Frustrasi terjadi ketika motif atau tujuan kita mengalami hambatan dalam pencapaiannya. 

·    a. Bila kita telah berjuang keras dan gagal, kita mengalami frustrasi. 

·   b. Bila kita dalam keadaan terdesak dan terburu-buru, kemudian terhambat untuk melakukan sesuatu (misal jalanan macet) kita juga dapat merasa frustrasi.

·   c. Bila kita sangat memerlukan sesuatu (misalnya lapar dan butuh makanan), dan sesuatu itu tidak dapat diperoleh, kita juga mengalami frustrasi. 



  Kecemasan

Kecemasan itu suatu respon atau sinyal menyadarkan seseorang tentang perasaan khawatit, gelisah , dan takut yang sedang ia rasakan. Ini timbul dari emosi seseorang karena merasa tidak nyaman, tidak aman atau merasakan ancaman dan sering kali terjadi tanpa adanya penyebab yang jelas ini karena respon terhadap situasi yang kelihatannya tidak menakutkan atau bisa juga sebagai hasil rekaan.



C. Symptom Reducing Responses Terhadap Stres

Penyesuaian yang dapat mengurangi simtom stres ada dua macam, yaitu:

1) Yang bersifat tak disadari: seringkali dilakukan adalah defense mechanisms (mekanisme pertahanan diri atau ego).

2)    Yang bersifat disadari: membicarakannya dengan orang lain; melakukan pekerjaan lain yang mengurangi simtom stres, tertawa.




      MEKANISME PERTAHANAN DIRI.

Merupakan reaksi awal dalam kehidupan manusia untuk menjaga diri mereka dari kelebihan dosis intensif dari adanya stres psikologis. Mekanisme pertahanan diri digunakan oleh self ego (dalam Psikoanalisa) untuk melindungi dari segala ancaman. Sifatnya kebanyakan tak disadari, otomatis muncul saat individu menghadapi ancaman baik dengan kesadaran minimum atau tidak sama sekali. Tujuannya meredakan ketegangan akibat stres. Biasanya muncul karena terpicu adanya: kecemasan, konflik, atau frustrasi. Kemunculannya berbeda antar individu (ada yang saat benar-benar terdesak, ada yang jadi bagian kesehariannya). Patologis bila ada self-deception (pengingkaran atau pembohongan diri), di samping distorsi realita, kepercayaan berlebihan pada nasib. Jenisnya:

1) Represi (repression)

Berusaha menekan pengalaman-pengalaman yang tidak menyenangkan ke bawah sadar (motivated forgetting) fungsi normal kembali. Akibatnya membebaskan dari ketidaknyamanan akibat selalu waspada pada ancaman, tetapi mempersempit kesadaran kita, membuat perilaku jadi kaku.

2) Supresi (supression)

Upaya sadar individu untuk mengendalikan keinginan-keinginan yang memunculkan kecemasan, dan mengekspresikannya pada waktu tertentu saja. Proses yang lebih ‘sehat’ karena sangat kecil nilai self-deception nya. Berusaha menolak atau menghambat realita internal.

3) Pengingkaran (Denial)

Menolak melihat atau mendengar aspek realita yang tidak menyenangkan atau mengancam. Menolak pengakuan eksternal atau realita sosial.

4) Rasionalisasi

Usaha untuk memberikan alasan pada perilaku yang tidak diterima dalam cara yang diterima sosial dan rasional. Nilai self-deception sangat besar, mirip dengan berbohong atau mengingkari orang lain.

5) Regresi

Mengurangi ketegangan dalam dirinya dengan bertingkah laku mencari perhatian (seperti anak kecil; merajuk, marah) – agar diperhatikan. Mundur pada fase perkembangan sebelumnya.

6) Proyeksi

Upaya individu untuk melemparkan penyebab frustrasinya pada orang lain. Misal: cinta orang lain, tapi takut bilang, yang muncul adalah bilang dicintai orang tersebut.

7) Reaksi-formasi

Mengalihkan motif yang dimiliki ke motif lain yang berlawanan, sebagai upaya mengurangi kecemasan yang muncul akibat motif pertama yang tadi tidak diterima superego atau moral. Contoh: benci orangtua, tampil sebagai anak yang sayang pada orangtua berlebihan.

8) Sublimasi (displacement)

Tidak tercapainya suatu motif tertentu, yang kemudian dialihkan pada motif yang sejenis tapi beda kegiatan. Misal: ingin jadi dokter – suka terlibat menolong orang.

9) Acting Out

Membebaskan tegangan dari impuls yang tidak dapat diterima dengan mengekspresikannya secara simbolik. Misal: ingin merasa independen dari orangtua maka remaja jadi tampil modis, bolos sekolah, penundaan atau mogok, seks bebas, tawuran. Sifatnya tidak disadari.

10) Fantasi

Membebaskan tekanan dengan tindakan imajinasi. Tetapi tidak semua imajinasi merupakan bagian dari defens. Misal: melamun, yakin bahwa jadi tokoh dalam film, tokoh dalam film kaya seperti harapannya (ada unsur self-deception, distorsi realita).


  

     SARANA COPING UNTUK STRES MINOR.

Merupakan respon terhadap stres ringan, yang sangat dipengaruhi oleh proses belajar individu. Berlaku otomatis, tetapi lebih disadari oleh individu (ada pada level kesadaran). Sarana yang dilakukan dipengaruhi juga oleh: situasi, kekuatan dan kesegeraan gangguan, serta pola kebiasaan individu dalam menghadapi stres. Jenisnya:

a.   Kontak fisik (dielus), makan, minum

b.   Tertawa, menangis, memaki/mengutuk

c.    Membicarakan dengan orang lain, merenungi masalah seorang diri

d.   Melakukan aktivitas yang meredakan ketegangan (misal: olahraga, jalan-jalan, main

games).

Akan tetapi sifatnya tidak menghilangkan sumber stres, sementara, memiliki keterbatasan dalam mengurangi ketegangan akibat stres.





D. Pendekatan Problem Solving Terhadap Stres

Merupakan jenis penyesuaian terhadap stres yang bersifat disadari, berupaya menghilangkan sumber stres, tidak tergesa-gesa dan lebih terarah serta ada strategi tertentu, sehingga lebih efektif. Jenisnya:

a. Memodifikasi diri agar lebih toleran terhadap stres.

b. Memodifikasi situasi yang menimbulkan stres.



MENINGKATKAN TOLERANSI TERHADAP STRES

a.    Toleransi terhadap tekanan.

Membiasakan diri bekerja di bawah stres dengan meningkatkan kemampuan dan keterampilan.

b.    Toleransi terhadap frustrasi.

Berusaha lebih independen terhadap lingkungan mencoba memahami sumber frustrasi kita belajar untuk menunda pemuasaan atau kesenangan.

c.    Toleransi terhadap konflik.

Menyadari adanya konflik mencari segi positif terbanyak dan efek emosionalnya.

d.    Toleransi terhadap kecemasan.

Mencoba tetap merasakan kecemasan tanpa mengurangi performa kita menggali lebih banyak pengalaman dan belajar menghadapi situasi yang membuat kita cemas.



PENDEKATAN YANG BERORIENTASI TUGAS

a.    Pendekatan Asertif.

Merupakan pendekatan yang menekankan pada usaha-usaha individu untuk mengekspresikan hak dan keinginan tanpa merebut hak orang lain.

b.    Pendekatan Menarik Diri.

Dapat dilakukan apabila sumber stres tidak dapat dihilangkan dengan asertif dan kompromi. Strategi sementara untuk mengatasi stres yang dapat berakibat memperburuk kesehatan individu tersebut. Misal: cuti kuliah untuk mengumpulkan biaya kuliah.

c.    Berkompromi.

Biasa digunakan apabila agen sumber stres memiliki otoritas lebih tinggi dari kita, atau sama-sama seimbang. Baik-buruknya sangat tergantung pada sejauh mana kepuasan dapat diperoleh individu, dan sebesar apa usaha yang dilakukan untuk mengurangi stres.



Tiga tipe kompromi:

1.    Comformity

Mengubah sikap menjadi lebih realistik mengikuti prosedur umum yang berlaku.

2.    Negotiation

Secara aktif mencapai kompromi dengan berbagai situasi stres, biasa digunakan pada area publik dan interpersonal, lebih baik daripada kompromi karena sifatnya mutual.

3.    Substitution

Memutuskan alternatif pemecahan terbaik untuk mencapai tujuan yang sama.



STRATEGI MENGHADAPI STRES


COPING
Lazarus & Folkman (1986) mendefenisikan coping sebagai segala usaha untuk mengurangi stres, yang merupakan proses pengaturan atau tuntutan (eksternal maupun internal) yang dinilai sebagai beban yang melampaui kemampuan seseorang. Sarafino (2006) menambahkan bahwa coping adalah proses dimana individu melakukan usaha untuk mengatur (management) situasi yang dipersepsikan adanya kesenjangan antara usaha (demands) dan kemampuan (resources) yang dinilai sebagai penyebab munculnya situasi stres.

Proses coping terhadap stres memiliki 2 fungsi utama, yaitu: 
1. Emotional-Focused Coping
Coping ini bertujuan untuk melakukan kontrol terhadap respon emosional terhadap situasi penyebab stres, baik dalam pendekatan secara behavioral maupun kognitif. Lazarus dan Folkman (1986) mengemukakan bahwa individu cenderung menggunakan Emotional-Focused Coping ketika individu memiliki persepsi bahwa stresor yang ada tidak dapat diubah atau diatasi. 
2. Problem-Focused Coping
Coping ini bertujuan untuk mengurangi dampak dari situasi stres atau memperbesar sumber daya dan usaha untuk menghadapi stres. Lazarus dan Folkman (1986) mengemukakan bahwa individu cenderung menggunakan Problem Focused Coping ketika individu memiliki persepsi bahwa stressor yang ada dapat diubah.

Metode Coping Stress
Lazarus & Folkman (1986) mengidentifikasikan berbagai jenis strategi
coping, baik secara problem-focused maupun emotion-focused, antara lain:
1.    Planful problem solving, yaitu usaha untuk mengubah situasi, dan menggunakan usaha untuk memecahkan masalah.
2. Confrontive coping, yaitu menggunakan usaha agresif untuk mengubah situasi, mencari penyebabnya dan mengalami resiko.
3.    Seeking social support, yaitu menggunakan usaha untuk mencari sumber dukungan informasi, dukungan sosial dan dukungan emosional.
4.    Accepting responsibility, yaitu mengakui adanya peran diri sendiri dalam masalah
5.  Distancing, yaitu menggunakan usaha untuk melepaskan dirinya, perhatian lebih kepada hal yang dapat menciptakan suatu pandangan positif.
6.    Escape-avoidance, yaitu melakukan tingkah laku untuk lepas atau menghindari.
7.    Self-control, yaitu menggunakan usaha untuk mengatur tindakan dan perasaan diri sendiri.
8. Positive reappraisal, yaitu menggunakan usaha untuk menciptakan hal-hal positif dengan memusatkan pada diri sendiri dan juga menyangkut religiusitas.

KENDALI DIRI (self-control) 
1. Efikasi diri
Efikasi diri merupakan perasaan mampu individu untuk melakukan suatu tindakan tertentu. Efikasi diri membantu seseorang untuk mengurangi respon terhadap stres yang dihadapinya (Bandura, 1982; Lazarus & Folkman, 1987). 
2.  Hardiness
Hardiness merefleksikan karakteristik individu yang memiliki kendali pribadi, mau menghadapi tantangan, dan memiliki komitmen. Tingkat hardiness seseorang mempengaruhi penerimaan seseorang terhadap stresor potensial dan  respon terhadap stresnya (Maddi & Kobasa, 1984)
3.    Mastery
Merupakan perasaan mampu mengendalikan respon stres yang muncul pada dirinya.Tingkat mastery memiliki hubungan dengan respon stres seseorang (Karasek & Theorell, 1990).

MODIFIKASI LINGKUNGAN 
1.  Asertif. Mengekspresikan hak dan perasaan kita tanpa melanggar hak orang lain. 
2.  Menghindari jika perlu. Beralih secara fisik maupun emosional dari aktivitas atau kelompok atau individu yang memunculkan stres. Dilakukan apabila asertif dan kompromi tidak berhasil. 
3.  Berkompromi ketika dapat saling menyesuaikan.

MEMPERKUAT GAYA HIDUP 
a.Membangun toleransi terhadap stress, dengan memahami seberapa batasan kita dapat
bertahan dari stres tanpa munculnya perilaku yang irasional.
b. Mengubah langkah hidup, merubah kebiasaan hidup kita menjadi lebih tahan stres, misal: berjalan lebih lambat, bangun lebih pagi, sempatkan sarapan, hindari menunda pekerjaan, konsentrasi pada pekerjaan (matikan telepon), berkumpul dengan teman, lakukan aktivitas santai, hindari kafein-alkohol-obat.
c. Mengendalikan pemikiran yang mengarah pada distress, dengan berpikir positif, libatkan pada aktivitas humor dan tertawalah.
d. Mencari pertolongan untuk meningkatkan kemampuan memecahkan masalah dengan mengikuti workshop: asertivitas, keterampilan sosial, manajemen stres. Carilah dukungan sosial: teman, pasangan, keluarga, sahabat. Jangan mencari teman hanya pada saat anda kesulitan


II

Hubungan Interpersonal

A. Model-Model Hubungan Interpersonal
Ada beberapa teori hubungan interpersonal. Berdasarkan teori dari Coleman dan Hammen, Jalaluddin Rakhmat (1998) dalam Suranto (2011) ada tiga buah teori atau model hubungan interpersonal, yaitu: teori pertukaran sosial, teori peranan dan teori penetrasi sosial.


Teori Pertukaran Sosial

Teori ini memandang bahwa pola hubungan interpersonal menyerupai transaksi dagang. Hubungan antara manusia (interpersonal) itu berlangsung mengikuti kaidah transaksional, yaitu apakah memperoleh keuntungan dalam sebuah transaksi atau justru mengalami kerugian. Jika memperoleh keuntungan maka hubungan interpersonal berjalan mulus, akan tetapi jika merasa rugi maka hubungan itu akan terganggu dan putus bahkan berubah menjadi permusuhan. Dengan demikian, orang berniat untuk menjalin hubungan dengan orang lain karena dilandasi oleh adanya keinginan untuk mendapat keuntungan, yaitu memenuhi kebutuhannya asumsi teori ini, setiap individu secara sadar merasa nyaman menjalin hubungan interpersonal hanya selama hubungan terbut memuaskan ditinjau dari segi ganjaran dan biaya (reward dan cost). 


Menurut Rahmat (2012) menyatakan bahwa ganjaran adalah setiap akibat yang dinilai positif yang diperoleh seseorang dalam suatu hubungan, ganjaran dapat berbentuk uang, penerimaan sosial, dukungan terhadap nilai yang dipegangnya, maupun bentuk penghargaan lainnya. Makna ganjaran bagi setiap individu itu berbeda-beda. 


Bagi orang yang tidak mampu secara ekonomi, ganjaran berupa uang memiliki nilai yang amat tinggi, Dengan demikian seseorang secara suka rela menjalin hubungan dengan orang lain, sepanjang ganjaran berupa penghasilan atau uang yang diharapkan itu dapat terwujud. Dalam hal ini seorang wanita pengemudi bentor yang tetap setia berhubungan dengan para pelanggannya agar tetap menerima ganjaran (reward) berupa uang untuk memenuhi kebutuhan keluarganya, dan bagi pelanggannya juga tetap mendapatkan ganjaran (reward) berupa pelayanan yang nyaman, mudah dihubungi untuk diantarkan ketika ingin bepergian ketempat yang dituju. 


Sedangkan biaya didefinisikan sebagai akibat yang dinilai negatif yang terjadi di dalam suatu hubungan. Biaya bisa berupa uang, waktu, usaha, konflik, pemikiran, kecemasan dan keruntuhan harga diri dan kondisi-kondisi yang lain yang dapat mengakibatkan efek-efek yang tidak menyenangkan. 


Ganjaran dan biaya berubah-ubah sesuai dengan waktu dan orang yang terlibat didalamnya. Dalam prespektif teori pertukaran sosial ini, ketika seseorang menjalin hubungan interpersonal dengan orang lain, maka akan selalu melakukan perhitungan tentang hasil atau laba dari hubungan itu. Hasil atau laba adalah ganjaran dikurangi biaya. Dalam hal ini seorang pengemudi bentor membutuhkan jaringan entah itu dari mulut kemulut atau melalui telepon (biaya) sehingga dapat dihubungi oleh siapa saja yang membutuhkan jasanya (ganjaran).



Teori Peranan

Menurut Rakhmat (2012), teori peranan memandang hubungan interpersonal sebagai panggung sandiwara. Setiap orang harus memainkan peranannya sesuai dengan ”skenario” yang di buat oleh masyarakat. Menurut teori ini, jika kita mematuhi skenario, maka hidup kita akan harmoni, tetapi jika menyalahi skenario, maka kita akan di cemooh oleh penonton dan ditegur oleh sutradara.


Peranan merupakan aspek dinamis dari suatu status (kedudukan). Apabila kita melaksanakan hak-hak dan kewajiban sesuai dengan status yang kita miliki dalam masyarakat, maka kita telah menjalankan sebuah peranan dengan baik. Peranan adalah tingkah laku yang diharapkan dari orang yang memiliki kedudukan atau status. Antara kedudukan dan peranan tidak dapat dipisahkan. Tidak ada peran tanpa kedudukan. Kedudukan tidak berfungsi tanpa peran. Dalam hal ini yaitu peranan seorang wanita yang mengemudikan bentor dimana dirinya seharusnya menjalankan peranannya sebagai seorang wanita/ibu pada umumnya sehingga mendapatkan perlakuan yang pantas dari lingkungan sekitarnya. 


Asumsi teori peranan mengatakan bahwa hubungan interpersonal akan berjalan harmonis mencapai kadar hubungan yang baik yang ditandai adanya kebersamaan, apabila setiap invidu bertindak sesuai dengan ekspektasi peranan, tuntutan peranan, dan terhindar dari konflik peranan. Ekspekstasi peranan atau peranan yang diharapkan, artinya hubungan interpersonal berjalan baik apabila masing-masing individu dapat memainkan peranan sebagaimana yang diharapkan.


Tuntutan peranan adalah desakan keadaan yang memaksa individu memainkan peranan tertentu yang sebenarnya tidak diharapkan dalam hubungan interpersonal, kadang-kadang seseorang dipaksa memainkan peranan teretntu, meskipun peran itu tidak diharapkan. Apabila tuntutan peran tersebut dapat dilaksanakan, hubungan interpersonal masih terjaga. 


Konflik peranan terjadi ketika individu tidak sangggup mempertemukan berbagai tututan peranan yang kontradiktif. Misalnya, seorang ibu yang berperan pula sebagai seorang pengemudi bentor di waktu yang bersamaan ia harus memilih  mengantar mana yang terlebih dahulu, apakah tetangganya yang minta tolong untuk diantarkan ke rumah sakit atau harus mengemudikan bentor demi mendapat uang harian untuk keluarganya.

Teori Penetrasi Sosial
Teori ini dikemukakan oleh Altman dan Taylor (Liliweri, 1991) dalam Budyatna (2012) bahwa dalam hubungan antara pribadi telah terjadi penyusupan sosial ketika baru berkenalan dengan orang lain, untuk pertama kalinya yang dimulai ketidakakraban kemudian dalam proses yang terus menerus berubah menjadi lebih akrab sehingga pengembangan hubungan mulai terjadi. Dimana mulai menghitung apa yang bisa diterima dan keuntungan apa yang bisa diperoleh. Jadi hubungan antara pribadi melewati suatu proses, terus berjalan, berubah dalam berbagai gejala-gejala perilaku yang ditunjukannya. 

Hal yang pokok dalam penetral sosial adalah penyikapan diri (self disclosure) timbal balik, dimana setiap orang harus mengungkapkan dirinya pada orang yang disekitarnya sedikit demi sedikit. Pada awal hubungan terdapat suatu norma respon yang kuat yaitu pada saat orang sudah mulai membuka hal-hal mengenai dirinya, lingkunagannya dengan sendirinya akan melakukan hal yang sama. Dengan cara ini kepercayaan akan terbentuk.

Menurut Miller dan Steinberg dalam Budyatna (1994) dalam konteks penetrasi sosial makin banyak komunikator mengenal satu sama lain, maka komunikasi bersifat antar pribadi (interpersonal).

B. Pembentukan Kesan dan Ketertarikan
PEMBENTUKAN KESAN

Kesan muncul dalam waktu singkat, biasanya hanya merupakan hasil pengamatan indera semata (misal: kontak mata), merupakan penilaian singkat yang disesuaikan dengan harapan subjektif, serta hanya menyimpan sedikit informasi tentang objek pengamatan tersebut. Objek kesan antara lain: jenis kelamin, usia, ras, daya tarik fisik, cara berpakaian. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kesan:

a. Terbatasnya informasi

b. Kesamaan (asumsi kesamaan), membandingkan objek dengan diri kita.

c. Isyarat yang keliru, seperti: perempuan yang ramah pasti mau diajak kencan.

d. Stereotipe, merupakan keyakinan umum, seperti: rambut gondrong pasti anak

     berandal; profesor biasanya berkepala botak.

e. Kesalahan logis, seperti: orang yang mudah menarik perhatian biasanya cerdas

                 dan intelek atau orang sukses dan sebaliknya.

            f. Hallo effect dan devil effect, rasa suka atau tidak suka akan mempengaruhi

                 penilaian kita terhadap perilaku orang lain.


KETERTARIKAN INTERPERSONAL

Individu mulai tertarik pada individu lain karena beberapa faktor berikut:

1. Kedekatan fisik (physical proximity), misal: satu fakultas, tetangga dekat.

2. Kesamaan diri, contoh: punya kesamaan prinsip, sikap, atau latar sosial budaya.

3. Saling menyukai (mutual liking). Penelitian Aronson (1980) yang terkait:

*  Kita akan menyukai orang yang menyukai kita

*  Orang akan menyukai kita apabila kita menyukainya

*  Kita lebih menyukai seseorang yang rasa sukanya mulai muncul atau bertambah kepada kita, daripada dengan orang yang telah dari dulu menyukai kita.

4. Ketertarikan fisik, biasanya tergantung pada standar individu, jenis kelamin, dan budaya.

*   Laki-laki menyukai perempuan karena daya tarik seksualnya.

*   Perempuan menyukai laki-laki karena kepribadiannya atau kecakapannya.






C. Intimasi dan Hubungan Pribadi

Keintiman
Membicarakan suatu relasi yang intim, akan mengarahkan kita pada aspek emosional manusia yang biasanya dikaitkan dengan ikatan cinta. Termasuk di dalam relasi yang intim adalah kedekatan antara individu, saling berbagi, adanya komunikasi, dan usaha untuk saling mendukung. Keintiman memiliki arti kelekatan personal kepada individu lain, dimana pasangan tersebut saling berbagi pemikiran dan perasaan terdalamnya. Sedangkan hubungan personal (intim) merupakan hubungan yang memiliki kedekatan emosional antara dua orang atau lebih, seperti dengan teman, kekasih, sahabat, yang mungkin atau tidak melibatkan keintiman baik secara fisik atau seksual. Berdasarkan pendekatan dalam Teori Hubungan Interpersonal, keintiman dapat dijelaskan sebagai berikut:   
1. Fair-exchange model.
Keintiman merupakan hubungan satu sama lain tidak menghitung untung-rugi, antar pasangan saling memberi dan menerima secara spontan di mana satu sama lain merasa terpuaskan
           2. Transactional analysis model.
 Keintiman melibatkan kasih sayang, game-free transaction antar pasangan, dengan sedikit manipulasi di antara keduanya. 
           3. Role model.
Keintiman diharapkan sebagai hubungan personal yang kaya, memiliki komunikasi yang terbuka antara pasangan, dan keterlibatan mendalam secara emosional melebihi peranperan lain yang diharapkan.


Kondisi-Kondisi yang Berhubungan Dengan Keintiman

            Keintiman bukanlah suatu relasi yang begitu saja terjadi. Suatu hubungan interpersonal dapat berkembang lebih mendalam menjadi intim, apabila kondisi-kondisi berikut ini berkembang ke arah positif. Adapun, kondisi tersebut adalah:

a                a. Saling mengungkapkan diri

Mutual self-disclosure dapat diartikan sebagai kesadaran antara dua orang atau lebih untuk berbagi pemikiran dan perasaan terdalamnya. Pengungkapan diri berhubungan erat dengan kepercayaan (trust).

                  b. Kesesuaian pribadi (compatibility)

Kesesuaian pribadi merupakan faktor yang menghubungkan antara pengungkapan diri dengan keintiman pada individu. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kesesuaian adalah kesamaan: budaya, sosial, latar pendidikan, minat, temperamen, pemikiran, serta keinginan saling melengkapi.

c                c. Saling membantu

Kondisi saling membantu dalam suatu relasi terdiri atas keinginan membantu pasangan serta keinginan mendapatkan bantuan dari pasangan (mutual). Tahapan dalam kondisi tersebut adalah memahami pasangan dengan arah berempati, unconditional giving, dan menyesuaikan diri dengan gaya keintiman pasangan.



Hubungan Pribadi

«  Persahabatan

Persahabatan merupakan tipe hubungan unik yang tumbuh karena pengakuan adanya kebebasan memilih dari sekedar karena kebutuhan. Persahabatan dapat berkembang dengan peran yang berbeda, misal: karena teman sekerja tumbuh melebihi peran sosial, muncul kehangatan, kepercayaan, dan afeksi. Beberapa bentuk persahabatan: teman kerja, teman beraktivitas, dan teman penolong. Dapat dibedakan antara teman kebanyakan dengan teman dekat karena adanya pembicaraan intim, berbagi pemikiran, perasaan, dan rahasia dalam atmosfir kepercayaan; loyalitas dan mampu membuat kita tetap nyaman, hangat, penuh afeksi, dan mendukung kita. Lamanya persahabatan menunjukkan kualitas suatu hubungan. Persahabatan dapat rusak karena: rasa dikhianati, berubah pandangan atau minat. Jenis kelamin mempengaruhi cara seseorang memaknai persahabatan. Apabila ingin memiliki teman, menurut Parlee (1979) maka jadilah pendengar yang baik. Hasil jajak pendapat mengenai : kualitas terpenting dalam pertemanan, pada 40.000 pembaca Psychology Today Magazine dilaporkan Parlee (1979, dalam Duffy & Atwater, 2005) sebagai berikut:

1.Kemampuan menjaga rahasia 89%

2.Kesetiaan 88%

3.Hangat dan kasih sayang 82%

4.Mendukung 75%

5.Jujur dan terbuka 73%

6.Humor 72%

7.Kesediaan untuk menyediakan waktu bersama 62%

8.Independen 61%

9.Kemampuan berdialog 59%

10. Kesadaran sosial 49%





«  Cinta

Cinta adalah emosi positif yang kuat yang melibatkan perasaan sayang dan dorongan untuk bersama serta membantu individu lain (Duffy & Atwater, 2005). Clyde & Susan Hendrick (1986) mengembangkan skala sikap terkait dengan cinta dengan

membedakan 6 gaya cinta:

1.    Eros – cinta romantis

Kekasih saya adalah ideal; kami saling tertarik pada pandangan pertama.

2.    Ludus – cinta permainan

Saya akan buat kekasih saya ”melayang”, saya dengan mudah terlibat percintaan.

3.    Storge – cinta persahabatan

 Cinta yang terbaik berkembang dari sebuah persahabatan.

4.    Pragma – cinta logika

5.   Saya mempertimbangkan potensi yang ada pada kekasih saya sebelum berkomitmen; saya     pertimbangkan bahwa kekasih saya adalah calon orang tua yang baik.

6.    Mania – cinta menggebu, posesif  

Saya begitu merasa menggebu ketika jatuh cinta sehingga sulit tidur; saya akan jatuh sakit ketika kekasih mengabaikan saya.

7.    Agape – cinta menyendiri

Saya akan lakukan apapun untuk orang yang saya cintai; kebutuhan dan keinginan kekasih adalah lebih penting ketimbang saya sendiri.

Terungkap bahwa: setiap individu memiliki gaya cinta yang merupakan kombinasi di antara 6 gaya tersebut. Ada perbedaan gaya terkait gender: laki-laki lebih ”ludic” daripada perempuan, perempuan lebih ”storgic, pragmatic, dan manic” daripada laki-laki, serta tidak ada perbedaan gender pada gaya cinta agape dan eros.



Keintiman memiliki arti kelekatan personal kepada individu lain, dimana pasangan tersebut saling berbagi pemikiran dan perasaan terdalamnya. Sedangkan hubungan personal (intim) merupakan hubungan yang memiliki kedekatan emosional antara dua orang atau lebih, seperti dengan teman, kekasih, sahabat, yang mungkin atau tidak melibatkan keintiman baik secara fisik atau seksual. Untuk menjalin hubungan pribadi, dibutuhkan intimasi. Salah satu tokoh yang memperkenalkan intimasi berkaitan dengan hubungan pribadi adalah Robert Stenberg dalam Teori Segitiga Cinta. Komponen dalam segitiga cinta ada tiga, yaitu:

a. Keintiman, Merupakan komponen emosional, mau berbagi informasi terdalam dan memiliki perasaan menerima satu sama lain.

b. Nafsu Motivasi, pendorong di balik cinta, di dalamnya terdapat ketertarikan seksual dan dorongan untuk memiliki keintiman seksual.

c. Komitmen, Merupakan kompenen kognitif dalam cinta, terkait dengan pengambilan keputusan bahwa dialah yang akan dipilih. Berdasarkan kombinasi tiga komponen tersebut, Stenberg (dalam Duffy & Atwater, 2005) mengungkap ada tujuh tipe cinta:






1.  Liking (Saling suka) Persahabatan sejati, tanpa nafsu ataupun komitmen jangka panjang. Hanya ada satu komponen cinta, yaitu intimasi.

2. Companionate Love (Cinta pertemanan) Pertemanan dengan komitmen jangka panjang, missal dalam hubungan pernikahan tetapi tanpa nafsu. Terdiri dari intimasi dan komitmen.

3.  Empty Love Hubungan dengan komitmen kuat yang mengingatkan kebersamaan tetapi tanpa keintiman dan nafsu. Hanya ada komitmen.

4.  Infatuation (Birahi) Cinta yang obsesif, muncul pada pandangan pertama (ketertarikan fisik) tanpa keinginan untuk berkomitmen atau menjadi lebih intim. Hanya ada komponen nafsu.

5.  Romantic Love Hubungan yang dilandasi dengan ketertarikan secara fisik dan emosional satu sama lain, tanpa komitmen. Contoh: cinta “lokasi”. Terdiri dari keintiman dan nafsu.

6. Fatuous Love (Cinta “bebal”) Komitmen berdasar nafsu tapi mengabaikan waktu berkembangnya keintiman, hubungan yang bersifat dangkal, misal: whirlwind courtship. Terdiri dari nafsu dan komitmen.

7.  Consumate Love (Cinta yang sempurna) Cinta yang lengkap dengan ketiga komponen di dalamnya, merupakan tipe cinta yang ideal dan sulit dipelihara terus-menerus.

Ada varian kesesuaian dari consumate love (3), yaitu: pair-matching, salah satu dominan dari pasangannya, dan antar pasangan memiliki perbedaan dominansi tipe cintanya.



  Referensi:

·               a.Basuki, Heru. (2008). Psikologi Umum. Jakarta: Universitas Gunadarma

·               b.Puspitawati, I. (1996). Seri Diktat Kuliah Psikologi Umum I. Jakarta: Universitas  
             Gunadarma
  c.Munandar. A.S. (2001). Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta: Universitas  Indonesia (UI-Press)

    d.Sunaryo, Andi. (2002). Psikologi untuk keperawatan. Jakarta: Buku Kedokteran EGC

    e.Halgin, R.P., Whitbourne, S.K. (2010). Psikologi Abnormal. Jakarta: Salemba Humanika






· 




Tidak ada komentar:

Posting Komentar