Tugas 2
I
Stres
A. Arti Penting Stres
Stress
adalah bentuk ketegangan dari fisik, psikis, emosi maupun mental. Bentuk
ketegangan ini mempengaruhi kinerja keseharian seseorang. Bahkan stress dapat
membuat produktivitas menurun, rasa sakit dan gangguan-gangguan mental. Pada
dasarnya, stress adalah sebuah bentuk ketegangan, baik fisik maupun mental.
Sumber stress disebut dengan stressor dan ketegangan yang di akibatkan karena
stress, disebut strain.
Menurut
Robbins (2001) stress juga dapat diartikan sebagai suatu kondisi yang menekan
keadaan psikis seseorang dalam mencapai suatu kesempatan dimana untuk mencapai
kesempatan tersebut terdapat batasan atau penghalang. Dan apabila pengertian
stress dikaitkan dengan penelitian ini maka stress itu sendiri adalah suatu
kondisi yang mempengaruhi keadaan fisik atau psikis seseorang karena adanya
tekanan dari dalam ataupun dari luar diri seseorang yang dapat mengganggu
pelaksanaan kerja mereka.
Menurut
Woolfolk dan Richardson (1979) menyatakan bahwa adanya system kognitif,
apresiasi stress menyebabkan segala peristiwa yang terjadi disekitar kita akan
dihayati sebagai suatu stress berdasarkan arti atau interprestasi yang kita
berikan terhadap peristiwa tersebut, dan bukan karena peristiwa itu
sendiri.Karenanya dikatakan bahwa stress adalah suatu persepsi dari ancaman
atau dari suatu bayangan akan adanya ketidaksenangan yang menggerakkan,
menyiagakan atau mambuat aktif organisme.
Sedangkan
menurut Handoko (1997), stress adalah suatu kondisi ketegangan yang
mempengaruhi emosi, proses berpikir dan kondisi seseorang. Stress yang terlalu
besar dapat mengancam kemampuan seseorang untuk menghadapi lingkungannya.
Sedangkan
berdasarkan definisi kerja stress, stress dapat diartikan sebagai:
- Suatu tanggapan adaptif, ditengahi oleh perbedaan individual dan atau proses psikologis, yaitu suatu konsekuensi dari setiap kegiatan (lingkungan), situasi atau kejadian eksternal yang membebani tuntunan psikologis atau fisik yang berlebihan terhadap seseorang.
- Sebagai suatu tanggapan penyesuaian, dipengaruhi oleh perbedaan individu dan atau proses psikologis yang merupakan suatu konsekuensi dari setiap tindakan dari luar ( lingkungan ) situasi atau peristiwa yang menetapkan permintaan psikologis dan atau fisik berlebihan pada seseorang.
Menurut
Mason (1971) membantah konsep yang mengatakan bahwa stress hanyalah merupakan
badaniah saja. Ditunjukkkannya bahwa daya adaptasi seseorang itu tergantung
pada faktor-faktor kejiwaan atau psikologiknya yang menyertai stresor. Stres
bukanlah konsep faal saja, lebih banyak dilihat sebagai konsep perilaku, setiap
reaksi organisme terhadap stresor memungkinkan sekali terlebih dahulu dimulai
oleh kelainan perilaku dan kemudian mungkin baru terjadi akibat faal, kemudian
Mason (1976) menunjukkan bahwa terdapat pola hormonal yang berbeda terhadap
stresor fisik yang berbeda.
Pada
penelitain Wolf dan Goodel (1968) bahwa individu-individu yang mengalami
kesukaran dengan suatu sistem organ, cenderung akan bereaksi etrhadap stresor
dengan gejala dan keluhan dalam sistem organ yang sama.Kondisi sosial, perasaan
dan kemampuan untuk menanggulangi masalah, ternyata mempengaruhi juga aspek
yang berbeda-beda dari reaksi terhadap stres.
Menurut
Selye (Bell, 1996) stress diawali dengan reaksi waspada (alarm reaction)
terhadap adanya ancaman, yang ditandai oleh proses tubuh secara otomatis,
seperti: meningkatnya denyut jantung, yang kemudian diikuti dengan reaksi
penolakan terhadap stressor dan akan mencapai tahap kehabisan tenaga
(exhaustion) jika individu merasa tidak mampu untuk terus bertahan.
Lazarus
(1984) menjelaskan bahwa stress juga dapat diartikan sebagai:
- Stimulus, yaitu stress merupakan kondisi atau kejadian tertentu yang menimbulkan stress atau disebut juga dengan stressor.
- Respon, yaitu stress merupakan suatu respon atau reaksi individu yang muncul karena adanya situasi tertentu yang menimbulkan stress. Respon yang muncul dapat secara psikologis, seperti: takut, cemas, sulit berkonsentrasi dan mudah tersinggung.
- Proses, yaitu stress digambarkan sebagai suatu proses dimana individu secara aktif dapat mempengaruhi dampak stress melalui strategi tingkah laku, kognisi maupun afeksi.
Rice (2002)
mengatakan bahwa stres adalah suatu kejadian atau stimulus lingkungan yang
menyebabkan individu merasa tegang. Atkinson (2000) mengemukakan bahwa stres
mengacu pada peristiwa yang dirasakan membahayakan kesejahteraan fisik dan
psikologis seseorang. Situasi ini disebut sebagai penyebab stres dan reaksi
individu terhadap situasi stres ini sebagai respon stres.
Berdasarkan
berbagai penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa stres merupakan suatu
keadaan yang menekan diri individu. Stres merupakan mekanisme yang kompleks dan
menghasilkan respon yang saling terkait baik fisiologis, psikologis, maupun
perilaku pada individu yang mengalaminya, dimana mekanisme tersebut bersifat individual yang sifatnya berbeda antara
individu yang satu dengan Jadi, stress dapat mempengaruhi fisik, psikis mental
dan emosi. Tetapi, stress dapat mempunyai dua efek yang berbeda, bisa negatif
ataupun positit, tergantung bagaimana kuatnya individu tersebut menghadapi
stress atau bagaimana individu tersebut mempersepsikan stress yang sedang
dihadapinya.
Tingkat
stres
Menurut
Stuart dan Laraia (2005), ada 3 macam tingkatan Stres antara
lain:
a. Stres Ringan
a. Stres Ringan
Berhubungan dengan ketegangan yang dialami sehari-hari.
Dapat memotivasi individu untuk belajar dan mampu memecahkan masalah secara
efektif.
b. Stres Sedang
Memungkinkan individu untuk berfokus pada hal-hal yang
penting.
c. Stres Berat
Individu cederung pada suatu objek yang dapat mengurangi ketegangan.
Sumber
Stress
Hidayat
(2004) menyebutkan ada 3 aspek sumber stress, diantaranya:
1. Diri sendiri
1. Diri sendiri
Sumber stress ini dikarenakan adanya konflik antara
keinginan dan kenyataan yang beda, sehingga berbagai masalah yang datang pada dirinya
tidak mampu diatasi dapat menimbulkan.
2. Keluarga
Stress yang bersumber dari keluarga disebabkan adanya
persilisihan antar keluarga, masalah keuangan keluarga, serta adanya tujuan
yang berbeda.
3. Masyarakat
dan Lingkungan
Sumber stress ini dikarenakan adanya pekerjaan umum sebagai stress pekerja
karena kurang kerja sama antar pekerja.
B. Tipe-Tipe Stres Psikologi
Manusia
berespon terhadap stres secara keseluruhan, sehingga kita tidak dapat
memisahkan secara sangat tegas bentuk-bentuk stres. Stres biologis, misalnya
adanya infeksi bakteri, akan juga berpengaruh terhadap emosi kita. Bisa pula
suatu stres psikologis, misalnya kegagalan kerja, sangat berpengaruh terhadap
kesejahteraan fisik. Meski demikian, dapat disebutkan beberapa tipe stres
psikologis, yang sering terjadi bersamaan.
Tekanan
Tekanan
bersumber dari dalam diri (misal: ambisi) atau luar diri (misal: kompetisi di
lingkungan), bahkan dapat berupa gabungan keduanya. Apabila terlalu keras
menuntut diri sendiri, muncul perilaku self-defeating, dimana diri kita kalah
dengan tuntutan kita sendiri yang berlebihan (contoh: pada orang perfeksionis).
Tekanan lingkungan lainnya, seperti menghadapi ujian, tagihan hutang. Kita
dapat mengalami tekanan dari dalam maupun luar diri, atau keduanya. Ambisi
personal bersumber dari dalam, tetapi kadang dikuatkan oleh harapan-harapan
dari pihak di luar diri.
Konflik.
Konflik
terjadi ketika kita berada di bawah tekanan untuk berespon simultan terhadap
dua atau lebih kekuatan-kekuatan yang berlawanan.
· 1. Konflik
menjauh-menjauh: individu terjerat pada dua pilihan yang sama-sama tidak
disukai. Misalnya seorang pelajar yang sangat malas belajar, tetapi juga enggan
mendapat nilai buruk, apalagi sampai tidak naik kelas.
· 2. Konflik
mendekat-mendekat. Individu terjerat pada dua pilihan yang sama-sama
diinginkannya. Misalnya, ada suatu acara seminar sangat menarik untuk diikuti,
tetapi pada saat sama juga ada film sangat menarik untuk ditonton.
· 3. Konflik
mendekat-menjauh. Terjadi ketika individu terjerat dalam situasi di mana ia
tertarik sekaligus ingin menghindar dari situasi tertentu. Ini adalah bentuk
konflik yang paling sering dihadapi dalam kehidupan sehari-hari, sekaligus
lebih sulit diselesaikan. Misalnya ketika pasangan berpikir tentang apakah akan
segera memiliki anak atau tidak. Memiliki anak sangat diinginkan karena
pasangan dapat belajar menjadi orang dewasa yang sungguh-sungguh
bertanggungjawab atas makhluk kecil yang sepenuhnya tak berdaya. Di sisi lain,
ada tuntutan finansial, waktu, kemungkinan kehadiran anak akan mengganggu
relasi suami-istri, dan lain sebagainya.
Frustrasi.
Muncul
karena adanya hambatan terhadap motif atau perilaku kita dalam mencapai tujuan.
Dapat muncul akibat tidak adanya objek tujuan yang sesuai, misal: saat lapar,
tidak ada makanan; atau adanya penundaan, misal: menunggu lampu lalu-lintas
hijau; atau adanya rintangan sosial, misal: ingin jadi juara menyanyi tapi
tidak pernah punya kesempatan. Sumber frustrasi dari dalam diri individu
seperti, tidak punya kemampuan, rendahnya komitmen, rendahnya kepercayaan diri,
perasaan bersalah, karakteristik individu: jenis kelamin, warna kulit.
Frustrasi
terjadi ketika motif atau tujuan kita mengalami hambatan dalam
pencapaiannya.
· a. Bila
kita telah berjuang keras dan gagal, kita mengalami frustrasi.
· b. Bila
kita dalam keadaan terdesak dan terburu-buru, kemudian terhambat untuk
melakukan sesuatu (misal jalanan macet) kita juga dapat merasa frustrasi.
· c. Bila
kita sangat memerlukan sesuatu (misalnya lapar dan butuh makanan), dan sesuatu
itu tidak dapat diperoleh, kita juga mengalami frustrasi.
Kecemasan
Kecemasan
itu suatu respon atau sinyal menyadarkan seseorang tentang perasaan khawatit,
gelisah , dan takut yang sedang ia rasakan. Ini timbul dari emosi seseorang
karena merasa tidak nyaman, tidak aman atau merasakan ancaman dan sering kali
terjadi tanpa adanya penyebab yang jelas ini karena respon terhadap situasi
yang kelihatannya tidak menakutkan atau bisa juga sebagai hasil rekaan.
C. Symptom Reducing Responses Terhadap Stres
Penyesuaian yang dapat mengurangi
simtom stres ada
dua macam, yaitu:
1) Yang bersifat tak disadari: seringkali
dilakukan adalah defense mechanisms (mekanisme pertahanan diri atau ego).
2)
Yang bersifat disadari: membicarakannya
dengan orang lain; melakukan pekerjaan lain yang mengurangi simtom stres,
tertawa.
MEKANISME
PERTAHANAN DIRI.
Merupakan
reaksi awal dalam kehidupan manusia untuk menjaga diri mereka dari kelebihan
dosis intensif dari adanya stres psikologis. Mekanisme pertahanan diri
digunakan oleh self
ego (dalam
Psikoanalisa) untuk melindungi dari segala ancaman. Sifatnya kebanyakan tak
disadari, otomatis muncul saat individu menghadapi ancaman baik dengan
kesadaran minimum atau tidak sama sekali. Tujuannya meredakan ketegangan akibat
stres. Biasanya muncul karena terpicu adanya: kecemasan, konflik, atau
frustrasi. Kemunculannya berbeda antar individu (ada yang saat benar-benar terdesak,
ada yang jadi bagian kesehariannya). Patologis bila ada self-deception
(pengingkaran atau pembohongan diri), di samping distorsi realita, kepercayaan
berlebihan pada nasib. Jenisnya:
1) Represi (repression)
Berusaha
menekan pengalaman-pengalaman yang tidak menyenangkan ke bawah sadar (motivated forgetting) fungsi
normal kembali. Akibatnya membebaskan dari ketidaknyamanan akibat selalu
waspada pada ancaman, tetapi mempersempit kesadaran kita, membuat perilaku jadi
kaku.
2)
Supresi (supression)
Upaya
sadar individu untuk mengendalikan keinginan-keinginan yang memunculkan
kecemasan, dan mengekspresikannya pada waktu tertentu saja. Proses yang lebih
‘sehat’ karena sangat kecil nilai self-deception nya. Berusaha menolak atau
menghambat realita internal.
3)
Pengingkaran (Denial)
Menolak
melihat atau mendengar aspek realita yang tidak menyenangkan atau mengancam.
Menolak pengakuan eksternal atau realita sosial.
4) Rasionalisasi
Usaha
untuk memberikan alasan pada perilaku yang tidak diterima dalam cara yang
diterima sosial dan rasional. Nilai self-deception
sangat besar, mirip dengan berbohong atau mengingkari orang lain.
5) Regresi
Mengurangi
ketegangan dalam dirinya dengan bertingkah laku mencari perhatian (seperti anak
kecil; merajuk, marah) – agar diperhatikan. Mundur pada fase perkembangan
sebelumnya.
6) Proyeksi
Upaya
individu untuk melemparkan penyebab frustrasinya pada orang lain. Misal: cinta
orang lain, tapi takut bilang, yang muncul adalah bilang dicintai orang
tersebut.
7) Reaksi-formasi
Mengalihkan
motif yang dimiliki ke motif lain yang berlawanan, sebagai upaya mengurangi
kecemasan yang muncul akibat motif pertama yang tadi tidak diterima superego
atau moral. Contoh: benci orangtua, tampil sebagai anak yang sayang pada
orangtua berlebihan.
8) Sublimasi (displacement)
Tidak
tercapainya suatu motif tertentu, yang kemudian dialihkan pada motif yang
sejenis tapi beda kegiatan. Misal: ingin jadi dokter – suka terlibat menolong
orang.
9) Acting
Out
Membebaskan
tegangan dari impuls yang tidak dapat diterima dengan mengekspresikannya secara
simbolik. Misal: ingin merasa independen dari orangtua maka remaja jadi tampil
modis, bolos sekolah, penundaan atau mogok, seks bebas, tawuran. Sifatnya tidak
disadari.
10) Fantasi
Membebaskan
tekanan dengan tindakan imajinasi. Tetapi tidak semua imajinasi merupakan
bagian dari defens. Misal: melamun, yakin bahwa jadi tokoh dalam film, tokoh
dalam film kaya seperti harapannya (ada unsur self-deception, distorsi realita).
SARANA COPING UNTUK STRES MINOR.
Merupakan
respon terhadap stres ringan, yang sangat dipengaruhi oleh proses belajar
individu. Berlaku otomatis, tetapi lebih disadari oleh individu (ada pada level
kesadaran). Sarana yang dilakukan dipengaruhi juga oleh: situasi, kekuatan dan
kesegeraan gangguan, serta pola kebiasaan individu dalam menghadapi stres.
Jenisnya:
a. Kontak fisik (dielus), makan, minum
b. Tertawa, menangis, memaki/mengutuk
c.
Membicarakan dengan orang lain, merenungi
masalah seorang diri
d. Melakukan aktivitas yang meredakan ketegangan
(misal: olahraga, jalan-jalan, main
games).
Akan
tetapi sifatnya tidak menghilangkan sumber stres, sementara, memiliki
keterbatasan dalam mengurangi ketegangan akibat stres.
D. Pendekatan Problem Solving
Terhadap Stres
Merupakan
jenis penyesuaian terhadap stres yang bersifat disadari, berupaya menghilangkan
sumber stres, tidak tergesa-gesa dan lebih terarah serta ada strategi tertentu,
sehingga lebih efektif. Jenisnya:
a.
Memodifikasi diri agar lebih toleran terhadap stres.
b.
Memodifikasi situasi yang menimbulkan stres.
MENINGKATKAN
TOLERANSI TERHADAP STRES
a. Toleransi terhadap tekanan.
Membiasakan
diri bekerja di bawah stres dengan meningkatkan kemampuan dan keterampilan.
b. Toleransi terhadap frustrasi.
Berusaha
lebih independen terhadap lingkungan mencoba memahami sumber frustrasi kita
belajar untuk menunda pemuasaan atau kesenangan.
c. Toleransi terhadap konflik.
Menyadari
adanya konflik mencari segi positif terbanyak dan efek emosionalnya.
d. Toleransi terhadap kecemasan.
Mencoba
tetap merasakan kecemasan tanpa mengurangi performa kita menggali lebih banyak
pengalaman dan belajar menghadapi situasi yang membuat kita cemas.
PENDEKATAN
YANG BERORIENTASI TUGAS
a. Pendekatan Asertif.
Merupakan
pendekatan yang menekankan pada usaha-usaha individu untuk mengekspresikan hak
dan keinginan tanpa merebut hak orang lain.
b. Pendekatan Menarik Diri.
Dapat
dilakukan apabila sumber stres tidak dapat dihilangkan dengan asertif dan
kompromi. Strategi sementara untuk mengatasi stres yang dapat berakibat
memperburuk kesehatan individu tersebut. Misal: cuti kuliah untuk mengumpulkan
biaya kuliah.
c. Berkompromi.
Biasa
digunakan apabila agen sumber stres memiliki otoritas lebih tinggi dari kita,
atau sama-sama seimbang. Baik-buruknya sangat tergantung pada sejauh mana kepuasan
dapat diperoleh individu, dan sebesar apa usaha yang dilakukan untuk mengurangi
stres.
Tiga tipe kompromi:
1. Comformity
Mengubah
sikap menjadi lebih realistik mengikuti prosedur umum yang berlaku.
2. Negotiation
Secara
aktif mencapai kompromi dengan berbagai situasi stres, biasa digunakan pada
area publik dan interpersonal, lebih baik daripada kompromi karena sifatnya
mutual.
3. Substitution
Memutuskan
alternatif pemecahan terbaik untuk mencapai tujuan yang sama.
STRATEGI
MENGHADAPI STRES
COPING
Lazarus
& Folkman (1986) mendefenisikan coping sebagai segala usaha untuk mengurangi
stres, yang merupakan proses pengaturan atau tuntutan (eksternal maupun
internal) yang dinilai sebagai beban yang melampaui kemampuan seseorang.
Sarafino (2006) menambahkan bahwa coping adalah proses dimana individu
melakukan usaha untuk mengatur (management) situasi yang dipersepsikan adanya kesenjangan
antara usaha (demands) dan kemampuan (resources) yang dinilai sebagai penyebab
munculnya situasi stres.
Proses coping
terhadap stres memiliki 2 fungsi utama, yaitu:
1. Emotional-Focused Coping
1. Emotional-Focused Coping
Coping ini bertujuan untuk melakukan kontrol terhadap
respon emosional terhadap situasi penyebab stres, baik dalam pendekatan secara
behavioral maupun kognitif. Lazarus dan Folkman (1986) mengemukakan bahwa individu
cenderung menggunakan Emotional-Focused Coping ketika individu memiliki
persepsi bahwa stresor yang ada tidak dapat diubah atau diatasi.
2. Problem-Focused Coping
2. Problem-Focused Coping
Coping ini bertujuan untuk mengurangi dampak dari
situasi stres atau memperbesar sumber daya dan usaha untuk menghadapi stres. Lazarus
dan Folkman (1986) mengemukakan bahwa individu cenderung menggunakan Problem
Focused Coping ketika individu memiliki persepsi bahwa stressor yang ada dapat
diubah.
Metode Coping Stress
Lazarus
& Folkman (1986) mengidentifikasikan berbagai jenis strategi
coping, baik
secara problem-focused maupun emotion-focused, antara lain:
1. Planful
problem solving, yaitu
usaha untuk mengubah situasi, dan menggunakan usaha untuk memecahkan masalah.
2. Confrontive coping, yaitu menggunakan usaha agresif untuk mengubah situasi, mencari
penyebabnya dan mengalami resiko.
3. Seeking
social support, yaitu
menggunakan usaha untuk mencari sumber dukungan informasi, dukungan sosial dan
dukungan emosional.
4.
Accepting responsibility, yaitu mengakui adanya peran diri sendiri dalam masalah
5. Distancing, yaitu
menggunakan usaha untuk melepaskan dirinya, perhatian lebih kepada hal yang
dapat menciptakan suatu pandangan positif.
6.
Escape-avoidance, yaitu melakukan tingkah laku untuk lepas atau menghindari.
7.
Self-control, yaitu
menggunakan usaha untuk mengatur tindakan dan perasaan diri sendiri.
8. Positive
reappraisal, yaitu menggunakan usaha untuk
menciptakan hal-hal positif dengan memusatkan pada diri sendiri dan juga
menyangkut religiusitas.
KENDALI DIRI (self-control)
1. Efikasi diri
1. Efikasi diri
Efikasi diri merupakan perasaan mampu individu untuk
melakukan suatu tindakan tertentu. Efikasi diri membantu seseorang untuk mengurangi
respon terhadap stres yang dihadapinya (Bandura, 1982; Lazarus & Folkman,
1987).
2. Hardiness
2. Hardiness
Hardiness merefleksikan karakteristik individu yang memiliki
kendali pribadi, mau menghadapi tantangan, dan memiliki
komitmen. Tingkat hardiness seseorang mempengaruhi penerimaan seseorang
terhadap stresor potensial dan respon
terhadap stresnya (Maddi & Kobasa, 1984)
3. Mastery
3. Mastery
Merupakan perasaan mampu mengendalikan respon stres yang muncul pada
dirinya.Tingkat mastery memiliki hubungan dengan respon stres seseorang (Karasek
& Theorell, 1990).
MODIFIKASI LINGKUNGAN
1. Asertif. Mengekspresikan hak dan perasaan kita tanpa melanggar hak orang lain.
2. Menghindari jika perlu. Beralih secara fisik maupun emosional dari aktivitas atau kelompok atau individu yang memunculkan stres. Dilakukan apabila asertif dan kompromi tidak berhasil.
3. Berkompromi ketika dapat saling menyesuaikan.
1. Asertif. Mengekspresikan hak dan perasaan kita tanpa melanggar hak orang lain.
2. Menghindari jika perlu. Beralih secara fisik maupun emosional dari aktivitas atau kelompok atau individu yang memunculkan stres. Dilakukan apabila asertif dan kompromi tidak berhasil.
3. Berkompromi ketika dapat saling menyesuaikan.
MEMPERKUAT GAYA HIDUP
a.Membangun toleransi terhadap stress, dengan memahami seberapa batasan kita dapat
bertahan dari stres tanpa munculnya perilaku yang irasional.
b. Mengubah
langkah hidup, merubah kebiasaan hidup kita menjadi lebih tahan stres, misal:
berjalan lebih lambat, bangun lebih pagi, sempatkan sarapan, hindari menunda
pekerjaan, konsentrasi pada pekerjaan (matikan telepon), berkumpul dengan
teman, lakukan aktivitas santai, hindari kafein-alkohol-obat.a.Membangun toleransi terhadap stress, dengan memahami seberapa batasan kita dapat
bertahan dari stres tanpa munculnya perilaku yang irasional.
c. Mengendalikan pemikiran yang mengarah pada distress, dengan berpikir positif, libatkan pada aktivitas humor dan tertawalah.
d. Mencari pertolongan untuk meningkatkan kemampuan memecahkan masalah dengan mengikuti workshop: asertivitas, keterampilan sosial, manajemen stres. Carilah dukungan sosial: teman, pasangan, keluarga, sahabat. Jangan mencari teman hanya pada saat anda kesulitan
II
Hubungan
Interpersonal
A. Model-Model Hubungan Interpersonal
Ada beberapa
teori hubungan interpersonal. Berdasarkan teori dari Coleman dan Hammen,
Jalaluddin Rakhmat (1998) dalam Suranto (2011) ada tiga buah teori atau model
hubungan interpersonal, yaitu: teori pertukaran sosial, teori peranan dan teori
penetrasi sosial.
Teori Pertukaran Sosial
Teori ini
memandang bahwa pola hubungan interpersonal menyerupai transaksi dagang.
Hubungan antara manusia (interpersonal) itu berlangsung mengikuti kaidah
transaksional, yaitu apakah memperoleh keuntungan dalam sebuah transaksi atau
justru mengalami kerugian. Jika memperoleh keuntungan maka hubungan
interpersonal berjalan mulus, akan tetapi jika merasa rugi maka hubungan itu
akan terganggu dan putus bahkan berubah menjadi permusuhan. Dengan demikian,
orang berniat untuk menjalin hubungan dengan orang lain karena dilandasi oleh
adanya keinginan untuk mendapat keuntungan, yaitu memenuhi kebutuhannya asumsi
teori ini, setiap individu secara sadar merasa nyaman menjalin hubungan
interpersonal hanya selama hubungan terbut memuaskan ditinjau dari segi
ganjaran dan biaya (reward dan cost).
Menurut
Rahmat (2012) menyatakan bahwa ganjaran adalah setiap akibat yang dinilai
positif yang diperoleh seseorang dalam suatu hubungan, ganjaran dapat berbentuk
uang, penerimaan sosial, dukungan terhadap nilai yang dipegangnya, maupun
bentuk penghargaan lainnya. Makna ganjaran bagi setiap individu itu
berbeda-beda.
Bagi orang
yang tidak mampu secara ekonomi, ganjaran berupa uang memiliki nilai yang amat
tinggi, Dengan demikian seseorang secara suka rela menjalin hubungan dengan
orang lain, sepanjang ganjaran berupa penghasilan atau uang yang diharapkan itu
dapat terwujud. Dalam hal ini seorang wanita pengemudi bentor yang tetap setia
berhubungan dengan para pelanggannya agar tetap menerima ganjaran (reward)
berupa uang untuk memenuhi kebutuhan keluarganya, dan bagi pelanggannya juga
tetap mendapatkan ganjaran (reward) berupa pelayanan yang nyaman, mudah
dihubungi untuk diantarkan ketika ingin bepergian ketempat yang dituju.
Sedangkan
biaya didefinisikan sebagai akibat yang dinilai negatif yang terjadi di dalam
suatu hubungan. Biaya bisa berupa uang, waktu, usaha, konflik, pemikiran,
kecemasan dan keruntuhan harga diri dan kondisi-kondisi yang lain yang dapat
mengakibatkan efek-efek yang tidak menyenangkan.
Ganjaran dan
biaya berubah-ubah sesuai dengan waktu dan orang yang terlibat didalamnya.
Dalam prespektif teori pertukaran sosial ini, ketika seseorang menjalin
hubungan interpersonal dengan orang lain, maka akan selalu melakukan
perhitungan tentang hasil atau laba dari hubungan itu. Hasil atau laba adalah
ganjaran dikurangi biaya. Dalam hal ini seorang pengemudi bentor membutuhkan
jaringan entah itu dari mulut kemulut atau melalui telepon (biaya) sehingga
dapat dihubungi oleh siapa saja yang membutuhkan jasanya (ganjaran).
Teori Peranan
Menurut
Rakhmat (2012), teori peranan memandang hubungan interpersonal sebagai panggung
sandiwara. Setiap orang harus memainkan peranannya sesuai dengan ”skenario”
yang di buat oleh masyarakat. Menurut teori ini, jika kita mematuhi skenario,
maka hidup kita akan harmoni, tetapi jika menyalahi skenario, maka kita akan di
cemooh oleh penonton dan ditegur oleh sutradara.
Peranan
merupakan aspek dinamis dari suatu status (kedudukan). Apabila kita
melaksanakan hak-hak dan kewajiban sesuai dengan status yang kita miliki dalam
masyarakat, maka kita telah menjalankan sebuah peranan dengan baik. Peranan
adalah tingkah laku yang diharapkan dari orang yang memiliki kedudukan atau
status. Antara kedudukan dan peranan tidak dapat dipisahkan. Tidak ada peran tanpa
kedudukan. Kedudukan tidak berfungsi tanpa peran. Dalam hal ini yaitu peranan
seorang wanita yang mengemudikan bentor dimana dirinya seharusnya menjalankan
peranannya sebagai seorang wanita/ibu pada umumnya sehingga mendapatkan
perlakuan yang pantas dari lingkungan sekitarnya.
Asumsi teori
peranan mengatakan bahwa hubungan interpersonal akan berjalan harmonis mencapai
kadar hubungan yang baik yang ditandai adanya kebersamaan, apabila setiap
invidu bertindak sesuai dengan ekspektasi peranan, tuntutan peranan, dan
terhindar dari konflik peranan. Ekspekstasi peranan atau peranan yang
diharapkan, artinya hubungan interpersonal berjalan baik apabila masing-masing
individu dapat memainkan peranan sebagaimana yang diharapkan.
Tuntutan
peranan adalah desakan keadaan yang memaksa individu memainkan peranan tertentu
yang sebenarnya tidak diharapkan dalam hubungan interpersonal, kadang-kadang
seseorang dipaksa memainkan peranan teretntu, meskipun peran itu tidak
diharapkan. Apabila tuntutan peran tersebut dapat dilaksanakan, hubungan
interpersonal masih terjaga.
Konflik
peranan terjadi ketika individu tidak sangggup mempertemukan berbagai tututan
peranan yang kontradiktif. Misalnya, seorang ibu yang berperan pula sebagai
seorang pengemudi bentor di waktu yang bersamaan ia harus memilih mengantar mana yang terlebih dahulu, apakah
tetangganya yang minta tolong untuk diantarkan ke rumah sakit atau harus
mengemudikan bentor demi mendapat uang harian untuk keluarganya.
Teori Penetrasi Sosial
Teori ini
dikemukakan oleh Altman dan Taylor (Liliweri, 1991) dalam Budyatna (2012) bahwa
dalam hubungan antara pribadi telah terjadi penyusupan sosial ketika baru
berkenalan dengan orang lain, untuk pertama kalinya yang dimulai ketidakakraban
kemudian dalam proses yang terus menerus berubah menjadi lebih akrab sehingga
pengembangan hubungan mulai terjadi. Dimana mulai menghitung apa yang bisa
diterima dan keuntungan apa yang bisa diperoleh. Jadi hubungan antara pribadi
melewati suatu proses, terus berjalan, berubah dalam berbagai gejala-gejala
perilaku yang ditunjukannya.
Hal yang
pokok dalam penetral sosial adalah penyikapan diri (self disclosure) timbal
balik, dimana setiap orang harus mengungkapkan dirinya pada orang yang
disekitarnya sedikit demi sedikit. Pada awal hubungan terdapat suatu norma
respon yang kuat yaitu pada saat orang sudah mulai membuka hal-hal mengenai
dirinya, lingkunagannya dengan sendirinya akan melakukan hal yang sama. Dengan
cara ini kepercayaan akan terbentuk.
Menurut
Miller dan Steinberg dalam Budyatna (1994) dalam konteks penetrasi sosial makin
banyak komunikator mengenal satu sama lain, maka komunikasi bersifat antar
pribadi (interpersonal).
B. Pembentukan Kesan dan Ketertarikan
PEMBENTUKAN
KESAN
Kesan muncul dalam waktu singkat, biasanya hanya
merupakan hasil pengamatan indera semata (misal: kontak mata), merupakan
penilaian singkat yang disesuaikan dengan harapan subjektif, serta hanya
menyimpan sedikit informasi tentang objek pengamatan tersebut. Objek kesan
antara lain: jenis kelamin, usia, ras, daya tarik fisik, cara berpakaian.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kesan:
a. Terbatasnya informasi
b. Kesamaan (asumsi kesamaan), membandingkan objek dengan
diri kita.
c. Isyarat yang keliru, seperti: perempuan yang ramah
pasti mau diajak kencan.
d. Stereotipe, merupakan keyakinan umum, seperti: rambut
gondrong pasti anak
berandal; profesor biasanya
berkepala botak.
e. Kesalahan logis, seperti: orang yang mudah menarik
perhatian biasanya cerdas
dan
intelek atau orang sukses dan sebaliknya.
f. Hallo effect dan devil effect, rasa suka atau
tidak suka akan mempengaruhi
penilaian
kita terhadap perilaku orang lain.
KETERTARIKAN
INTERPERSONAL
Individu
mulai tertarik pada individu lain karena beberapa faktor berikut:
1.
Kedekatan fisik (physical
proximity), misal: satu fakultas, tetangga dekat.
2.
Kesamaan diri, contoh: punya kesamaan prinsip, sikap, atau latar sosial budaya.
3.
Saling menyukai (mutual
liking). Penelitian Aronson (1980) yang terkait:
Kita akan menyukai orang yang menyukai kita
Orang akan menyukai kita apabila kita
menyukainya
Kita lebih menyukai seseorang yang rasa
sukanya mulai muncul atau bertambah kepada kita, daripada dengan orang yang
telah dari dulu menyukai kita.
4.
Ketertarikan fisik, biasanya tergantung pada standar individu, jenis kelamin,
dan budaya.
Laki-laki menyukai perempuan karena daya
tarik seksualnya.
Perempuan menyukai laki-laki karena
kepribadiannya atau kecakapannya.
C. Intimasi dan Hubungan Pribadi
Keintiman
Membicarakan suatu relasi yang
intim, akan mengarahkan kita pada aspek emosional manusia yang biasanya
dikaitkan dengan ikatan cinta. Termasuk di dalam relasi yang intim adalah
kedekatan antara individu, saling berbagi, adanya komunikasi, dan usaha untuk
saling mendukung. Keintiman memiliki arti kelekatan personal kepada individu
lain, dimana pasangan tersebut saling berbagi pemikiran dan perasaan terdalamnya.
Sedangkan hubungan personal (intim) merupakan hubungan yang memiliki kedekatan
emosional antara dua orang atau lebih, seperti dengan teman, kekasih, sahabat,
yang mungkin atau tidak melibatkan keintiman baik secara fisik atau seksual.
Berdasarkan pendekatan dalam Teori Hubungan Interpersonal, keintiman dapat
dijelaskan sebagai berikut:
1. Fair-exchange model.
1. Fair-exchange model.
Keintiman
merupakan hubungan satu sama lain tidak menghitung untung-rugi, antar pasangan
saling memberi dan menerima secara spontan di mana satu sama lain merasa
terpuaskan
2. Transactional analysis model.
2. Transactional analysis model.
Keintiman melibatkan kasih sayang, game-free transaction antar
pasangan, dengan sedikit manipulasi di antara keduanya.
3. Role model.
Keintiman diharapkan sebagai hubungan personal yang
kaya, memiliki komunikasi yang terbuka antara pasangan, dan keterlibatan
mendalam secara emosional melebihi peranperan lain yang diharapkan.
3. Role model.
Kondisi-Kondisi yang Berhubungan Dengan Keintiman
Keintiman
bukanlah suatu relasi yang begitu saja terjadi. Suatu hubungan interpersonal
dapat berkembang lebih mendalam menjadi intim, apabila kondisi-kondisi berikut
ini berkembang ke arah positif. Adapun, kondisi tersebut adalah:
a a. Saling mengungkapkan diri
Mutual self-disclosure dapat diartikan sebagai kesadaran antara dua orang
atau lebih untuk berbagi pemikiran dan perasaan terdalamnya. Pengungkapan diri
berhubungan erat dengan kepercayaan (trust).
b. Kesesuaian pribadi (compatibility)
Kesesuaian pribadi merupakan faktor yang menghubungkan
antara pengungkapan diri dengan keintiman pada individu. Adapun faktor-faktor
yang mempengaruhi kesesuaian adalah kesamaan: budaya, sosial, latar pendidikan,
minat, temperamen, pemikiran, serta keinginan saling melengkapi.
c c. Saling membantu
Kondisi saling membantu dalam suatu relasi terdiri
atas keinginan membantu pasangan serta keinginan mendapatkan bantuan dari
pasangan (mutual). Tahapan dalam kondisi tersebut adalah memahami
pasangan dengan arah berempati, unconditional giving, dan menyesuaikan
diri dengan gaya keintiman pasangan.
Hubungan Pribadi
«
Persahabatan
Persahabatan
merupakan tipe hubungan unik yang tumbuh karena pengakuan adanya kebebasan
memilih dari sekedar karena kebutuhan. Persahabatan dapat berkembang dengan peran
yang berbeda, misal: karena teman sekerja tumbuh melebihi peran sosial, muncul
kehangatan, kepercayaan, dan afeksi. Beberapa bentuk persahabatan: teman kerja,
teman beraktivitas, dan teman penolong. Dapat dibedakan antara teman kebanyakan
dengan teman dekat karena adanya pembicaraan intim, berbagi pemikiran,
perasaan, dan rahasia dalam atmosfir kepercayaan; loyalitas dan mampu membuat
kita tetap nyaman, hangat, penuh afeksi, dan mendukung kita. Lamanya
persahabatan menunjukkan kualitas suatu hubungan. Persahabatan dapat rusak
karena: rasa dikhianati, berubah pandangan atau minat. Jenis kelamin
mempengaruhi cara seseorang memaknai persahabatan. Apabila ingin memiliki
teman, menurut Parlee (1979) maka jadilah pendengar yang baik. Hasil jajak pendapat
mengenai : kualitas terpenting dalam pertemanan, pada 40.000 pembaca Psychology
Today Magazine dilaporkan Parlee (1979, dalam Duffy & Atwater, 2005)
sebagai berikut:
1.Kemampuan
menjaga rahasia 89%
2.Kesetiaan
88%
3.Hangat dan
kasih sayang 82%
4.Mendukung
75%
5.Jujur dan
terbuka 73%
6.Humor 72%
7.Kesediaan
untuk menyediakan waktu bersama 62%
8.Independen
61%
9.Kemampuan
berdialog 59%
10.
Kesadaran sosial 49%
«
Cinta
Cinta adalah
emosi positif yang kuat yang melibatkan perasaan sayang dan dorongan untuk bersama
serta membantu individu lain (Duffy & Atwater, 2005). Clyde & Susan
Hendrick (1986) mengembangkan skala sikap terkait dengan cinta dengan
membedakan 6
gaya cinta:
1. Eros – cinta romantis
Kekasih saya adalah ideal; kami saling tertarik pada
pandangan pertama.
2.
Ludus –
cinta permainan
Saya akan buat kekasih saya ”melayang”, saya dengan
mudah terlibat percintaan.
3.
Storge –
cinta persahabatan
Cinta yang terbaik berkembang dari sebuah
persahabatan.
4.
Pragma –
cinta logika
5. Saya mempertimbangkan
potensi yang ada pada kekasih saya sebelum berkomitmen; saya pertimbangkan
bahwa kekasih saya adalah calon orang tua yang baik.
6.
Mania –
cinta menggebu, posesif
Saya begitu merasa menggebu ketika jatuh cinta
sehingga sulit tidur; saya akan jatuh sakit ketika kekasih mengabaikan saya.
7.
Agape –
cinta menyendiri
Saya akan lakukan apapun untuk orang yang saya cintai; kebutuhan dan
keinginan kekasih adalah lebih penting ketimbang saya sendiri.
Terungkap
bahwa: setiap individu memiliki gaya cinta yang merupakan kombinasi di antara 6
gaya tersebut. Ada perbedaan gaya terkait gender: laki-laki lebih ”ludic”
daripada perempuan, perempuan lebih ”storgic, pragmatic, dan manic” daripada
laki-laki, serta tidak ada perbedaan gender pada gaya cinta agape dan eros.
Keintiman memiliki arti kelekatan personal kepada
individu lain, dimana pasangan tersebut saling berbagi pemikiran dan perasaan
terdalamnya. Sedangkan hubungan personal (intim) merupakan hubungan yang
memiliki kedekatan emosional antara dua orang atau lebih, seperti dengan teman,
kekasih, sahabat, yang mungkin atau tidak melibatkan keintiman baik secara
fisik atau seksual. Untuk menjalin hubungan pribadi, dibutuhkan intimasi. Salah
satu tokoh yang memperkenalkan intimasi berkaitan dengan hubungan pribadi
adalah Robert Stenberg dalam Teori Segitiga Cinta. Komponen dalam segitiga cinta
ada tiga, yaitu:
a.
Keintiman, Merupakan komponen emosional, mau berbagi informasi terdalam dan
memiliki perasaan menerima satu sama lain.
b.
Nafsu Motivasi, pendorong di balik cinta, di dalamnya terdapat ketertarikan
seksual dan dorongan untuk memiliki keintiman seksual.
c.
Komitmen, Merupakan kompenen kognitif dalam cinta, terkait dengan pengambilan
keputusan bahwa dialah yang akan dipilih. Berdasarkan kombinasi tiga komponen
tersebut, Stenberg (dalam Duffy & Atwater, 2005) mengungkap ada tujuh tipe
cinta:
1. Liking
(Saling suka) Persahabatan sejati, tanpa nafsu ataupun komitmen jangka panjang.
Hanya ada satu komponen cinta, yaitu intimasi.
2. Companionate Love
(Cinta pertemanan) Pertemanan dengan komitmen jangka panjang, missal dalam
hubungan pernikahan tetapi tanpa nafsu. Terdiri dari intimasi dan komitmen.
3. Empty Love
Hubungan dengan komitmen kuat yang mengingatkan kebersamaan tetapi tanpa
keintiman dan nafsu. Hanya ada komitmen.
4. Infatuation
(Birahi) Cinta yang obsesif, muncul pada pandangan pertama (ketertarikan fisik)
tanpa keinginan untuk berkomitmen atau menjadi lebih intim. Hanya ada komponen
nafsu.
5. Romantic Love
Hubungan yang dilandasi dengan ketertarikan secara fisik dan emosional satu
sama lain, tanpa komitmen. Contoh: cinta “lokasi”. Terdiri dari keintiman dan
nafsu.
6. Fatuous Love
(Cinta “bebal”) Komitmen berdasar nafsu tapi mengabaikan waktu berkembangnya
keintiman, hubungan yang bersifat dangkal, misal: whirlwind courtship. Terdiri
dari nafsu dan komitmen.
7. Consumate Love
(Cinta yang sempurna) Cinta yang lengkap dengan ketiga komponen di dalamnya,
merupakan tipe cinta yang ideal dan sulit dipelihara terus-menerus.
Ada
varian kesesuaian dari consumate love (3), yaitu: pair-matching, salah satu dominan dari
pasangannya, dan antar pasangan memiliki perbedaan dominansi tipe cintanya.
Referensi:
·
a.Basuki,
Heru. (2008). Psikologi Umum. Jakarta:
Universitas Gunadarma
· b.Puspitawati,
I. (1996). Seri Diktat Kuliah Psikologi Umum I. Jakarta: Universitas
Gunadarma
c.Munandar.
A.S. (2001). Psikologi Industri dan
Organisasi. Jakarta: Universitas Indonesia (UI-Press)
d.Sunaryo,
Andi. (2002). Psikologi
untuk keperawatan. Jakarta:
Buku Kedokteran EGC
e.Halgin,
R.P., Whitbourne, S.K. (2010). Psikologi Abnormal. Jakarta: Salemba
Humanika
·
Tidak ada komentar:
Posting Komentar