Tugas 1
I
Pengantar
A. Orientasi Kesehatan Mental
Sebagai
makhluk yang memiliki kesadaran, manusia menyadari adanya problem yang
mengganggu kejiwaannya, oleh karena itu sejarah manusia juga mencatat adanya
upaya mengatasi problema tersebut. Upaya-upaya tersebut ada yang bersifat
mistik yang irasional, ada juga yang bersifat rasional, konsepsional dan
ilmiah. Pada masyarakat Barat modern atau masyarakat yang mengikuti peradaban
Barat yang sekular, solusi yang ditawarkan untuk mengatasi problem kejiwaan itu
dilakukan dengan menggunakan pendekatan psikologi, dalam hal ini kesehatan
mental.
Menurut Webster Dictionary,
MENTAL adalah “way of thinking”, berkenaan dengan pikiran/gangguansaraf/kejiwaan. Menurut Kamus
Purwodarminto, MENTAL merupakan “way of sense”. Dari berbagai pengertian tersebut dapat disimpulkan
bahwa mental merupakan cara berpikir dan
berperasaan berdasarkan atas nurani yg tercermin pd perilaku seseorang.
Secara
singkat , ilmu kesehatan mental adalah ilmu yang memperhatikan perawatan mental
atau jiwa . sama seperti ilmu pengetahuan lainya . ilmu kesehatan mental
mempunyai objek yaitu manusia . mental (dari kata latin : mens , mentis) berarti jiwa , nyawa , sukma , roh , semangat
sedangkan hygiene (dari kata Yunani :
hugiene) berarti ilmu tentang
kesehatan. Mental hygiene menitik
beratkan kehidupan kerohanian. Mental
hygiene Ilmu kesehatan mental merupakan ilmu yg memperhatikan perawatan mental/jiwa, objek kajian, kondisi
mental manusia dengan memandang manusia sebagai
totalitas psikofisik yg kompleks. Menurut Schneiders
ilmu kesehatan mental adalah ilmu yg mengembangkan dan menerapkan
seperangkat prinsip yg praktis dan bertujuan utk mencapai dan memelihara kesejahteraan
psikologis organisme manusia dan mencegah gangguan mental serta ketidakmampuan penyesuaian diri. Secara umum, kata sehat dapat diartikan
sebagai sebuah kondisi yang sempurna tanpa adanya keluhan. Baik keluhan dalam
hal fisik atau juga mental. Kesehatan mental merupakan sebuah kondisi dimana
seseorang terhindar dari adanya keluhan serta gangguan mental yang terjadi
secara neurosis atau juga psikosis. Jika dililat dari sudut pandang psikologi ,
istilah sehat bisa diartikan sebagai sebuah kondisi dimana tidak terdapat
permasalahn dengan lingkungan sekitar. Ilmu Kesehatan
mental lebih bersifat preventif dan memiliki
tujuan utk mencegah ketidakmampuan penyesuaian diri serta peningkatan kesehatan
mental.
Beberapa Definisi
Kesehatan Mental
- Kesehatan mental adalah terhindarnya orang dari gejala gangguan jiwa (neurose) dan dari gejala-gejala penyakit jiwa (psichose). Definisi ini banyak dianut di kalangan psikiatri (kedokteran jiwa) yang memandang manusia dari sudut sehat atau sakitnya.
- Kesehatan mental adalah kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan dirinya sendiri, dengan orang lain dan masyarakat serta lingkungan tempat ia hidup. Definisi ini tampaknya lebih luas dan lebih umum daripada definisi yang pertama, karena dihubungkan dengan kehidupan sosial secara menyeluruh. Kemampuan menyesuaikan diri diharapkan akan menimbulkan ketenteraman dan kebahagiaan hidup.
- Kesehatan mental adalah terwujudnya keharmonisan yang sungguhsungguh antara fungsi-fungsi jiwa, serta mempunyai kesanggupan untuk menghadapi problema-problema yang biasa terjadi, serta terhindar dari kegelisahan dan pertentangan batin (konflik). Definisi ini menunjukkan bahwa fungsi-fungsi jiwa seperti pikiran, perasaan, sikap, pandangan dan keyakinan harus saling menunjang dan bekerja sama sehingga menciptakan keharmonisan hidup, yang menjauhkan orang dari sifat raguragu dan bimbang, serta terhindar dari rasa gelisah dan konflik batin.
- Kesehatan mental adalah pengetahuan dan perbuatan yang bertujuan untuk mengembangkan dan memanfaatkan potensi, bakat dan pembawaan yang ada semaksimal mungkin, sehingga membawa kepada kebahagiaan diri dan orang lain, serta terhindar dari gangguan dan penyakit jiwa. Definisi keempat ini lebih menekankan pada pengembangan dan pemanfaatan segala daya dan pembawaan yang dibawa sejak lahir, sehingga benar-benar membawa manfaat dan kebaikan bagi orang lain dan dirinya sendiri.
- Kesehatan mental adalah terwujudnya keserasian yang sungguh-sungguh antara fungsi-fungsi kejiwaan dan terciptanya penyesuaian diri antara manusia dengan dirinya dan lingkungannya, berlandaskan keimanan dan ketaqwaan, serta bertujuan untuk mencapai hidup yang bermakna dan bahagia di dunia dan bahagia di akhirat. Definisi ini memasukkan unsur agama yang sangat penting dan harus diupayakan penerapannya dalam kehidupan, sejalan dengan penerapan prinsip-prinsip kesehatan mental dan pengembangan hubungan baik dengan sesama manusia.
Kesehatan
mental seseorang berhubungan dengan kemampuan menyesuaikan diri dengan keadaan
yang dihadapi. Setiap manusia memiliki keinginan-keinginan tertentu, dan di
antara mereka ada yang berhasil memperolehnya tanpa harus bekerja keras, ada
yang memperolehnya setelah berjuang mati-matian, dan ada yang tidak berhasil
menggapainya meskipun telah bekerja keras dan bersabar untuk menggapainya.
Dengan
demikian mental hygiene mempunyai tema sentral yaitu bagaimana cara
orang memecahkan segenap keruwetan batin manusia yang ditimbulkan oleh
macam-macam kesulitan hidup, serta berusaha mendapatkan kebersihan jiwa, dalam
pengertian tidak terganggu oleh macam-macam ketegangan, kekalutan dan konflik
terbuka serta konflik batin.
Menurut Kartini Kartono dan Jenny Andari mental hygien
(kesehatan mental) ialah ilmu yang bertujuan :
1.
Memiliki dan membina jiwa yang sehat
2.
Berusaha mencegah timbulnya kepatahan jiwa (mental breakdown), mencegah
berkembangnya macam-macam penyakit mental dan sebab musabab timbulnya penyakit
tersebut
3.
Mengusahakan penyembuhan dalam stadium permulaan.
Jadi kecuali melakukan kegiatan-kegiatan preventif guna
mencegah timbulnya penyakit-penyakit mental, juga berusaha menyehatkan kembali
orang-orang yang tengah terganggu mental dan emosinya. Demikian pula Saparinah
Sadli, mengemukakan tiga orientasi dalam kesehatan jiwa, yaitu:
1. Orientasi Klasik
Seseorang
dianggap sehat bila ia tidak mempunyai kelakuan tertentu, seperti ketegangan,
rasa lelah, cemas, rendah diri atau perasan tak berguna, yang semuanya
menimbulkan perasaan “sakit” atau rasa “tak sehat” serta mengganggu efisiensi
kegiatan sehari-hari. Aktivitas klasik ini banyak dianut di lingkungan
kedokteran.
2. Orientasi penyesuaian diri
Orang
dianggap sehat secara psikologis bila ia mampu nmengembangkan dirinya sesuai
dengan tuntutan orang-orang lain serta lingkungan sekitarnya.
3. Orientasi pengembangan potensi
Seseorang
dikatakan mencapai tarap kesehatan jiwa, bila ia mendapat kesempatan untuk
mengembangkan potensialitasnya menuju kedewasaan, ia bisa dihargai oleh orang
lain dan dirinya sendiri. Dalam psiko-terapi (Perawatan Jiwa) ternyata yang menjadi
pengendali utama dalam setiap tindakan dan perbuatan seseorang bukanlah akal
pikiran semata-mata, akan tetapi yang lebih penting dan kadang-kadangsangat
menentukan adalah perasaan. Telah terbukti bahwa tidak selamanya perasaan
tunduk kepada pikiran, bahkan sering terjadi sebaliknya, pikiran tunduk kepada
perasaan. Dapat dikatakan bahwa keharmonisan antara pikiran dan perasaanlah
yang membuat tindakan seseorang tampak matang dan wajar. Sehingga dapat
dikatakan bahwa tujuan Hygiene mental atau kesehatan mental adalah mencegah
timbulnya gangguan mental dan gangguan emosi, mengurangi atau menyembuhkan
penyakit jiwa serta memajukan jiwa”. Menjaga hubungan sosial akan dapat
mewujudkan tercapainya tujuan masyarakat membawa kepada tercapainya
tujuan-tujuan perseorangan sekaligus. Kita tidak dapat menganggap bahwa
kesehatan mental hanya sekedar usaha untuk mencapai kebahagiaan masyarakat,
karena kebahagiaan masyarakat itu tidak akan menimbulkan kebahagiaan dan
kemampuan individu secara otomatis, kecuali jika kita masukkan dalam
pertimbangan kita, kurang bahagia dan kurang menyentuh aspek individu, dengan
sendirinya akan mengurangi kebahagiaan dan kemampuan sosial.Dari uraian di atas
dapat lebih difokuskan, bahwa tujuan mental hygiene atau kesehatan mental adalah
tercapainya kebahagiaan secara individu maupun kebahagiaan masyarakat pada
umumnya.
B. Konsep Sehat
Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia sehat adalah keadaan seluruh badan serta
bagian-bagiannya bebas dari sakit.
Menurut
UU Kesehatan No. 23 tahun 1992, sehat adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa
dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan
ekonomis.
Menurut WHO (World Health Organization) tahun
2001, menyatakan
bahwa kesehatan mental merupakan kondisi dari kesejahteraan yang disadari
individu, yang di dalamnya terdapat kemampuan-kemampuan untuk mengelola stres
kehidupan yang wajar, untuk bekerja secara produktif dan menghasilkan, serta
berperan serta di komunitasnya. Definisi WHO
tentang sehat mempunyai karakteristik berikut yang dapat meningkatkan konsep
sehat yang positif (Edelman & Mandle. 1994):
1.
Memperhatikan individu sebagai sebuah sistem yang menyeluruh.
2. Memandang
sehat dengan mengidentifikasi lingkungan internal dan eksternal.
3.
Penghargaan terhadap pentingnya peran individu dalam hidup.
Sedangkan
pengertian sehat (Health) secara umum dapat dipahami sebagai
kesejahteraan secara penuh (keadaan yang sempurna) baik secara fisik, mental,
maupun sosial, tidak hanya terbebas dari penyakit atau keadaan lemah.
Konsep
sehat merupakan bebas dari sakit emosional serta tidak adanya tingkah laku
neurotis atau psikotis. Namun, konsep sehat tersebut tidak cukup untuk menilai
seseorang sebagai pribadi yang sehat. Tidak adanya sakit emosional hanya
merupakan suatu langkah pertama yang diperlukan untuk pertumbuhan dan
pemenuhan, individu harus mencapai lebih jauh. Mungkin saja kita memiliki segi
kehidupan yang berfungsi untuk memuaskan, namun masih tetap menderita kebosanan
yang menyiksa, stagnasi, dan keputusasaan. Bahkan dalam menghadapi
kondisi-kondisi yang tampaknya ideal, kita dapat merasakan suatu kehampaan yang
menjemukan dalam kehidupan kita. Kita tidak mengetahui pasti apa itu
kepribadian yang sehat atau konsep sehat karena terdapat sedikit penyesuaian
pendapat di antara kalangan ahli-ahli psikologi yang bekerja dalam bidang ini.
Ada cukup banyak definisi tentang kepribadian sehat atau konsep sehat.
Hal yang paling baik yang dapat dicapai pada tingkat pengetahuan kita adalah
meneliti konsepsi-konsepsi tentang kesehatan psikologi yang positif.
Jahoda (Ihrom, 2008), batasan
lebih luas terhadap Kesehatan
mental mencakup :
a. sikap kepribadian yang baik terhadap diri sendiri, kemampuan
mengenali diri dengan baik.
b.
pertumbuhan dan perkembangan serta perwujudan diri yang
baik.
c.
keseimbangan mental, kesatuan pandangan dan ketahanan
terhadap segala tekanan.
d. otonomi diri yang mencakup unsur-unsur pengatur kelakuan
dari dalam atau kelakuan kelakuan bebas.
e.
persepsi mengenai realitas, terbebas dari penyimpangan
kebutuhan serta memiliki empati dan kepekaan social.
f.
kemampuan menguasai dan berintegrasi dengan lingkungan.
Kozier
et al. (1997) mengungkapkan optimasi kesehatan prima manusia harus
memenuhi lima dimensi, yakni dimensi fisik, sosial, emosi, entelektual dan
spiritual, yaitu:
1. Dimensi Emosi
Sehat
secara dimensi emosi adalah orang yang dapat menstabilkan atau dapat mengontrol
perasaannya seperti mengekspresikan rasa sedih, kesal, marah maupun senang
dengan secara tidak berlebihan.
2. Dimensi Intelektual
Sehat
secara dimensi intelektual adalah orang yang dapat memecahkan masalah dengan
pikiran yang tenang dan mampu menyelesaikan masalahnya sendiri.
3. Dimensi Sosial
Sehat
secara dimensi sosial adalah orang yang dapat berinteraksi atau berhubungan
dengan orang lain ataupun dengan kelompok tanpa membedakan agama, ras, suku,
dll, dengan saling menghargai satu sama lain.
4. Dimensi Fisik
Sehat
secara dimensi fisik adalah seseorang
dinyatakan secara klinis tidak ada penyakit atau semua organ tubuhnya
normal, tidak ada gangguan apapun didalam fungsi tubuhnya, atau dengan kata
lain orang tersebut tidak merasakan sakit maupun mengeluh sakit.
5. Dimensi Spiritual
Sehat
secara dimensi spiritual adalah orang-orang yang menyerahkan diri kepada agama
kepercayaan nya masing-masing, serta kondisi jiwa dan id mereka dianggap sehat
karena pikiran mereka jernih dan tidak melakukan sesuatu hal diluar batas.
C. Sejarah
Perkembangan Kesehatan Mental
a. Zaman Prasejarah
Manusia purba sering mengalami
gangguan mental atau fisik, seperti infeksi, artritis, dll. Tetapi penyakit mental pada saat itu
ditangani dengan cara merawatnya sama seperti penyakit fisik karena mereka
berfikir bahwa penyakit mental dan fisik disebabkan oleh penyebab yang sama
yaitu pengaruh dan serangan dari roh-roh jahat, dosa-dosa atau mantera-mantera
musuh.
b. Zaman Peradaban Awal
Di Mesopotamia, penyakit
mental dihubungkan dengan roh atau setan dan perawatannya dilakukan dengan
upacara-upacara agama dan magis untuk mengusir roh atau setan dari tubuh di
pasien. Sedangkan di Mesir ilmu kedokteran lebih maju dan rasional perawatannya
dilakukan dengan menggunakan terapi untuk pasien berupa rekreasi dan pekerjaan
serta psikoterapi untuk mengobati penyakit mental. Sedangkan di Yahudi penyakit
mental diartikan sebagai suatu hukuman dari Tuhan dan hanya diobati dengan
bertaubat. Beberapa pandangan dalam pemikiran Yunani yang sangat penting yaitu
dengan dilakukannya penelitian dan terminology psikiatri modern.
- Phytagoras (orang yang pertama memberi penjelasan alamiah terhadap penyakit mental)
- Hypocrates (Ia berpendapat penyakit / gangguan otak adalah penyebab penyakit mental)
- Plato (gangguan mental sebagian gangguan moral, gangguan fisik dan sebagiaan lagi dari dewa dewa)
c. Abad Pertengahan
(Abad Gelap)
Pada abad ini, gangguan mental tidak
lagi dianggap sebagai penyakit. Demonologi (suatu dokrin yang menyebutkan bahwa
perilaku abnormal seseorang disebabkan oleh pengaruh roh jahat atau kekuatan
setan) dihidupkan kembali. Para pemuka agama pada saat itu melakukan suatu
upacara untuk mengeluarkan pengaruh roh jahat dari tubuh seseorang dengan
metode exorcism. Dengan
hancurnya peradaban Yunani – Romawi , kemajuan ilmu pengetahuan di Eropa
mengalami kemunduran . banyak kebiasaan baik yang telah lama di bina dalama
ilmu kedokteran sebelumnya tidak diteruskan.
Dalam periode darai abad 10 dan 15 , dancing
mania yang juga disebut “ kegilaan massa” terdapat di Eropa , dimana
sejumlah besar orang menari secara liar dan tak terkendali sampai kehabisan
tenaga. Banyak yang berpendapat mungkin mereka terkena penyakit saraf. . masa
abad 15 sampai 18 merupakan bagian sejarah yang menyedihkan berkenaan dengan
nasib para pasien sakit mental. Penyakit mereka pada umumnya dianggap sebagai
kerasukan setan dan perawatannya ialah mengusir keluar setannya dengan cara
menghukum atau menyiksanya.
d. Zaman Renaissesus
Pada zaman
ini di beberapa negara Eropa, para tokoh keagamaan, ilmu kedokteran dan
filsafat mulai menyangkal anggapan bahwa pasien sakit mental tenggelam dalam
dunia tahayul. Zaman ini
digambarkan sebagai zaman terang dalam kegelapan. Di Switzerland, mengakui
penyebab yang rasional dari penyakit mental dan menolak adanya demonologi. Di
Perancis, menganggap bahwa penyakit mental tidak berbeda dengan penyakit fisik.
Tahun 1742 pendeta Cotton Mather menjelaskan masalah kejiwaan yang menyebabkan
gangguan yang terjadi didalam tubuh sekaligus mematahkan demonologi yang
berkembang selama ini.
Era Pra Ilmiah
1. Kepercayaan Animisme
Sejak zaman
dulu gangguan mental telah muncul dalam konsep primitif, yaitu kepercayaan
terhadap faham animisme bahwa dunia ini diawasi atau dikuasai oleh roh-roh atau
dewa-dewa. Orang Yunani kuno percaya bahwa orang mengalami gangguan mental,
karena dewa marah kepadanya dan membawa pergi jiwanya. Untuk menghindari
kemarahannya, maka mereka mengadakan perjamuan pesta (sesaji) dengan mantra dan
kurban.
2. Kepercayaan Naturalisme
Suatu aliran
yang berpendapat bahwa gangguan mental dan fisik itu akibat dari alam.
Hipocrates (460-367) menolak pengaruh roh, dewa, setan atau hantu sebagai
penyebab sakit. Dia mengatakan, Jika anda memotong batok kepala, maka anda akan
menemukan otak yang basah, dan mencium bau amis. Tapi anda tidak akan melihat
roh, dewa, atau hantu yang melukai badan anda.
Seorang
dokter Perancis, Philipe Pinel (1745-1826) menggunakan filsafat polotik dan
sosial yang baru untuk memecahkan problem penyakit mental. Dia terpilih menjadi
kepala Rumah Sakit Bicetre di Paris. Di rumah sakit ini, pasiennya dirantai,
diikat ketembok dan tempat tidur. Para pasien yang telah di rantai selama 20
tahun atau lebih, dan mereka dianggap sangat berbahaya dibawa jalan-jalan di
sekitar rumah sakit. Akhirnya, diantara mereka banyak yang berhasil, mereka
tidak lagi menunjukkan kecenderungan untuk melukai atau merusak dirinya.
e. Era Modern
Perubahan
luar biasa dalam sikap dan cara pengobatan gangguan mental terjadi pada saat
berkembangnya psikologi abnormal dan psikiatri di Amerika pada tahun 1783.
Ketika itu Benyamin Rush (1745-1813) menjadi anggota staf medis di rumah sakit
Pensylvania. Di rumah sakit ini ada 24 pasien yang dianggap sebagai lunatics
(orang gila atau sakit ingatan). Pada waktu itu sedikit sekali pengetahuan
tentang penyebab dan cara menyembuhkan penyakit tersebut. Akibatnya
pasien-pasien dikurung dalam ruang tertutup, dan mereka sekali-kali diguyur dengan
air.
Rush
melakukan suatu usaha yang sangat berguna untuk memahami orang-orang yang
menderita gangguan mental tersebut melalui penulisan artikel-artikel. Secara
berkesinambungan, Rush mengadakan pengobatan kepada pasien dengan memberikan
dorongan (motivasi) untuk mau bekerja, rekreasi, dan mencari kesenangan.
Pada tahun
1909, gerakan mental Hygiene secara formal mulai muncul.
Perkembangan gerakan mental hygiene ini tidak lepas dari jasa Clifford Whitting
Beers (1876-1943) bahkan karena jasanya itu ia dinobatkan sebagai The
Founder of the Mental Hygiene Movement. Dia terkenal karena
pengalamannya yang luas dalam bidang pencegahan dan pengobatan gangguan mental
dengan cara yang sangat manusiawi.
Secara
hukum, gerakan mental hygiene ini mendapat pengakuan pada tanggal 3 Juli
1946, yaitu ketika presiden Amerika Serikat menandatangani The National
Mental Health Act., yang berisi program jangka panjang yang diarahkan untuk
meningkatkan kesehatan mental seluruh warga masyarakat.
Bebarap
tujuan yang terkandung dalam dokumen tersebut meliputi
- Meningkatkan kesehatan mental seluruh warga masyarakat Amerika Serikat, melalui penelitian, investigasi, eksperimen, penayangan kasus-kasus, diagnosis, dan pengobatan.
- Membantu lembaga-lembaga pemerintah dan swasta yang melakukan kegiatan penelitian dan meningkatkan koordinasi antara para peneliti dalam melakukan kegiatan dan mengaplikasikan hasil-hasil penelitiannya.
- Memberikan latihan terhadap para personel tentang kesehatan mental.
- Mengembangkan dan membantu negara dalam menerapkan berbagai metode pencegahan, diagnosis, dan pengobatan terhadap para pengidap gangguan mental
Pada tahun
1950, organisasi mental hygiene terus bertambah, yaitu dengan berdirinya
National Association for Mental Health. Gerakan mental hygiene ini terus
berkembang sehingga pada tahun 1975 di Amerika terdapat lebih dari seribu
perkumpulan kesehatan mental. Di belahan dunia lainnya, gerakan ini
dikembangkan melalui The World Federation forMental Health dan The
World Health Organization.
II
Teori Kepribadian Sehat
A. Aliran Psikoanalisa
Sigmund Freud
adalah seorang Austria
keturunan Yahudi
dan pendiri aliran psikoanalisis dalam bidang ilmu psikologi. Ia
dikenal sebagai Bapak Psikoanalis. Aliran ini melihat dari sisi negatif
individu, masa lalu, analisis mimpi dan juga alam bawah sadar. Menurut Freud, kehidupan
jiwa memiliki tiga tingkatan kesadaran, yakni sadar (conscious),
prasadar (preconscious), dan tak-sadar (unconscious). Konsep dari
teori Freud yang paling terkenal adalah tentang adanya alam bawah sadar yang
mengendalikan sebagian besar perilaku. Selain itu, dia juga memberikan
pernyataan bahwa perilaku manusia didasari pada hasrat seksualitas (eros)
yang pada awalnya dirasakan oleh manusia semenjak kecil dari ibunya.
Di dalam
teori psikoanalisa , Sigmund sangat berpengaruh didalam nya . aliran ini membagi
3 sistem pokok yaitu : id , ego dan superego.
a. Id adalah sistem kepribadian yang asli dan merupakan
hasil pemikiran individu . id terdiri dari dorongan – dorongan biologis dasar
kebutuhan seperti kebutuhan makan , minum , seks dan agresifitas.
b. Ego adalah energy yang mendorong id untuk menjadi
kenyataan . dengan kata lain ego mempunyai prinsip realitas.
c. Superego adalah sistem yang mempunyai prinsip moral
yang mengontrol ego dalam mendorong id untuk menjadi nyata. Superego membatasi
, membentengi , melawan ego dengan norma yang berlaku.
B. Aliran Humanistik
Istilah
psikologi humanistik (Humanistic Psychology) diperkenalkan oleh
sekelompok ahli psikologi yang pada awal tahun 1960-an bekerja sama di bawah
kepemimpinan Abraham Maslow dalam mencari alternatif dari dua teori yang sangat
berpengaruh atas pemikiran intelektual dalam psikologi.Kedua teori yang
dimaksud adalah psikoanalisis dan behaviorisme.
Maslow
menyebut psikologi humanistik sebagai “kekuatan ketiga” (a third force).Meskipun
tokoh-tokoh psikologi humanistik memiliki pandangan yang berbeda-beda, tetapi
mereka berpijak pada konsepsi fundamental yang sama mengenai manusia, yang
berakar pada salah satu aliran filsafat modern, yaitu eksistensialisme.
Manusia, menurut eksistensialisme adalah hal yang mengada-dalam dunia (being-in-the-world),
dan menyadari penuh akan keberadaannya (Koeswara, 2001 : 113). Eksistensialisme
menolak paham yang menempatkan manusia semata-mata sebagai hasil bawaan ataupun
lingkungan. Sebaliknya, para filsuf eksistensialis percaya bahwa setiap
individu memiliki kebebasan untuk memilih tindakan, menentukan sendiri nasib
atau wujud dari keberadaannya, serta bertanggung jawab atas pilihan dan
keberadaannya.
Psikologi
humanistik dapat dimengerti dari tiga ciri utama, yaitu :
- psikologi humanistik menawarkan satu nilai yang baru sebagai pendekatan untuk memahami sifat dan keadaan manusia.
- psikologi humanistik menawarkan pengetahuan yang luas akan kaidah penyelidikan dalam bidang tingkah laku manusia.
- psikologi humanistik menawarkan metode yang lebih luasakan kaidah-kaidah yang lebih efektif dalam dalam pelaksanaan psikoterapi.
C. Pendapat Fromm
Fromm
menyebut kepribadian yang sehat adalah orientasi produktif. Konsep itu menggambarkan
penggunaan yang sangat penuh atau realisasi dari potensi manusia. Dengan
menggunakan kata “orientasi”, Fromm menunjukkan bahwa kata itu merupakan suatu
sikap umum atau segi pandangan yang meliputi semua segi kehidupan,
renspons-respons intelektual, emosional, dan sensoris terhadap orang-orang,
benda-benda, dan peristiwa-peristiwa didunia dan terhadap diri.
·
Menjadi produktif berarti orang
menggunakan semua tenaga dan potensinya. Kata “produktif” mungkin menyesatkan
karena kita cenderung memikirkan kata itu dalam pengertian manghasilkan sesuatu
seperti barang-barang material, karya-karya seni atau ide-ide. Fromm
mengartikan kata itu jauh lebih luas daripada ini. Mungkin berguna kalau memikirkan
produktivitas itu sinonim dengan berfungsi sepenuhnya, mengaktualisasikan diri,
mencintai, keterbukaan, dan mengalami. Orang-orang sehat menciptakan diri
mereka dengan melahirkan semua potensi mereka, dengan menjadi semua menurut
kesanggupan mereka, dengan memenuhi semua kapasitas mereka.
Kepribadian
Produktif menurut Fromm:
1) Cinta yang produktif
Karena cinta
yang produktif menyangkut empat sifat yang menantang perhatian, tanggung jawab,
respek dan pengetahuan. Mencintai orang-orang lain berarti memperhatikan (dalam
pengertian memelihara mereka), sungguh-sungguh memperhatikan kesejahteraan
mereka, dan membantu pertumbuhan dan perkembangan mereka. Hal ini berarti
memikul tanggung jawab untuk orang-orang lain, dalam pengertian mau mendengarkan
kebutuhan-kebutuhan mereka juga orang-orang yang dicintai dipandang dengan
respek dan menerima individualitas mereka, mereka dicintai menurut siapa dan
apa adanya. Dan untuk menghormati mereka, kita harus memiliki pengetahuan penuh
terhadap mereka, kita harus memahami mereka siapa dan apa secara objektif.
2) Pikiran yang produktif
Pikiran yang
produktif meliputi kecerdasan, pertimbangan, dan objektivitas. Pemikir
produktif didorong oleh perhatian yang kuat terhadap objek pikiran. Pemikir
yang produktif dipengaruhi olehnya dan memperhatikannya. Fromm percaya bahwa
semua penemuan dan wawasan yang hebat melibatkan pikiran objektif, dimana
pemikir-pemikir didorong oleh ketelitian, dan perhatian untuk menilai secara
objektif seluruh masalah.
3) Kebahagiaan
Orang-orang
yang produktif ialah orang-orang yang berbahagia. Fromm menulis bahwa suatu
perasaan kebahagian merupakan bukti bagaimana berhasilnya seseorang “dalam seni
kehidupan”. Kebahagiaan merupakan prestasi (kita) yang paling hebat. Fromm
membedakan dua tipe suara hati otoriter dan suara hati humanistis.
4) Suara hati
Suara hati
otoriter adalah penguasa dari luar yang diinternalisasikan, yang memimpin
tingkah laku orang itu. Penguasa itu dapat berupa orang tua, Negara, atau suara
kelompok lainnya yang mengatur tingkah laku melalui ketakutan orang itu
terhadap hukuman karena melanggar kode moral dari penguasa. Suara hati
humanistis ialah suara dari diri dan bukan dari suatu perantara dari luar.
Pedoman kepribadian sehat untuk tingkah laku bersifat internal dan individual.
Orang bertingkah laku sesuai dengan apa yang cocok untuk berfungsi sepenuhnya
dan menyingkap seluruh kepribadian, tingkah laku-tingkah laku yang menghasilkan
rasa persetujuan dan kebahagiaan dari dalam. Jadi, kepribadian yang sehat dan
produktif memimpin dan mengatur diri sendiri.
III
Penyesuaian Diri
Pengertian
penyesuaian diri adalah proses yang diharapi oleh individu dalam mengenal
lingkungan yang baru. Menurut Schneider (dalam Partosuwido, 1993) penyesuaian
diri merupakan kemampuan untuk mengatasi tekanan kebutuhan, frustrasi dan
kemampuan untuk mengembangkan mekanisme psikologis yang tepat. Menurut Callhoun
dan Acocella (dalam Sobur, 2003), penyesuaian dapat didefenisikan sebagai
interaksi individu yang kontinu dengan diri individu sendiri, dengan orang
lain, dan dengan dunia individu. Menurut pandangan para ahli diatas, ketiga
faktor tersebut secara konstan mempengaruhi individu dan hubungan tersebut
bersifat timbal balik mengingat individu secara konstan juga mempengaruhi kedua
faktor lain.
Menurut
Schneiders (1964), pengertian penyesuaian diri dapat ditiinjau dari tiga sudut
pandang, yaitu:
- Penyesuaian sebagai adaptasi. Menurut pandangan ini, penyesuaian diri cenderung diartikan sebagai usaha mempertahankan diri secara fisik, bukan penyesuaian dalam arti psikologis, sehingga ada kompleksitas kepribadian individu dengan lingkungan yang terabaikan.
- Penyesuaian diri sebagai bentuk konformitas. Penyesuaian diri diartikan sama dengan penyesuaian yang mencakup konformitas terhadap suatu norma. Pengertian ini menyiratkan bahwa individu seakan-akan mendapat tekanan kuat untuk harus selalu mampu menghindarkan diri dari penyimpangan perilaku, baik secara moral, sosial maupun emosional. Menurut sudut pandang ini, individu selalu diarahkan kepada tuntutan konformitas dan diri individu akan terancam tertolak jika perilaku individu tidak sesuai dengan norma yang berlaku.
- Penyesuaian diri sebagai usaha penguasaan. Penyesuaian diri dipandang sebagai kemampuan untuk merencakan dan mengorganisasikan respons dalam cara-cara tertentu sehingga konflik-konflik, kesulitan dan frustasi tidak terjadi, dengan kata lain penyesuaian diri diartikan sebagai kemampuan penguasaan dalam mengembangkan diri sehingga dorongan emosi dan kebiasaan menjadi terkendali dan terarah.
Berdasarkan
tiga sudut pandang tentang penyesuaian diri yang disebut diatas, dapat
disimpulkan bahwa penyesuaian diri dapat diartikan sebagai suatu proses yang
mencakup suatu respon-respon mental dan perilaku yang diperjuangkan individu
agar dapat berhasil menghadapi kebutuhan-kebutuhan internal, ketegangan,
frustasi, konflik serta untuk menghasilkan kualitas keselarasan antara tuntutan
dari dalam diri individu dengan tuntutan dari dunia luar atau lingkungan tempat
individu berada (Ali & Asrori, 2004).
Berdasarkan
uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa penyesuaian diri adalah proses dinamik
dalam interaksi individu dengan diri sendiri, orang lain dan lingkungan yang
mencakup respon-respon mental dan perilaku untuk menghadapi kebutuhan-kebutuhan
internal, ketegangan, frustasi, konflik dan mencapai keselarasan antara
tuntutan dari dalam diri dengan tuntutan dari luar diri individu.
Penyesuaian
diri yang dilakukan orang sehat mental tidak menyebabkan bergantinya
kepribadian. Perubahan-perubahan dalam diri individu tidak mengubah secara
drastis dirinya. Pada orang sehat mental stabilitas diri dipertahankan. Dalam
menyesuaian diri dengan lingkungan, individu dapat menerima apa yang ia anggap
baik dan menolak apa yang ia anggap buruk berdasarkan pegangan normatif yang ia
miliki. Di sini terlihat adanya otonomi diri dalam penyesuaian diri yang
memperlihatkan stabilitas diri individu. Otonomi ini menandakan bahwa ada pusat
diri pada manusia yang mengorganisasi keseluruhan dirinya. Meski penyesuaian
diri perlu terus dilakukan namun kondisi dalam diri tetap stabil dan memiliki
kesatuan. Keadaan diri yang stabil dan berkesatuan itu selalu dipertahankan
oleh individu yang sehat.
Penyesuaian
diri pada orang yang sehat selalu didasarkan pada penilaian terhadap kehidupan
dan keadaan diri sendiri. Pilihan cara-cara menanggapi rangsangan, ajakan dan
dorongan selalu didasarkan pada pertimbangkan kondisi kehidupan yang sedang
dijalaninya yang diperbandingan dengan kondisi diri sendiri. Orang yang sehat
akan melihat masalah nyata apa yang dihadapinya dan bagaimana kondisi dirinya
berkaitan dengan masalah itu sebelum menentukan tindakan yang akan diambil. Di
sini terlihat bahwa orang yang sehat memiliki kemampuan memahami realitas
internal dan eksternal dirinya. Ia tidak bereaksi secara mekanik atau
kompulsif-repetitif tetapi berespons secara realistis dan berorientasi pada
masalah.
Dengan
batasan-batasan kesehatan mental seperti yang diuraikan tadi, kita dapat pula
mengenali tanda-tanda gangguan kesehatan mental. Individu yang tidak mampu
menyesuaikan diri dengan lingkungan menunjukkan adanya masalah kesehatan
mental. Dalam penelitian-penelitian psikologi klinis ditemukan bahwa gangguan
stres berat, depresi, frustasi yang menyebabkan agresi, histeria, bahkan
psikopati dan psikosis kebanyakan disebabkan oleh ketidakmampuan penderitanya
dalam menghadapi kenyataan yang terjadi padanya. Begitu pula dengan
individu-individu yang hanya bertindak reaktif terhadap rangsangan, dorongan
dan ajakan. Mereka tidak mampu mengontrol dan menguasai diri sendiri sehingga
tidak mampu menampilkan perilaku yang tepat dalam setiap kondisi yang
dihadapinya. Individu yang tidak mampu mempertahankan stabilitas diri juga
mengindikasikan adanya gangguan mental dalam hal otonomi dan kesatuan diri.
Disintegrasi diri merupakan ciri utama pada gangguan-gangguan psikosis.
Ketiadaan atau kekurangan kemampuan menilai lingkungan dan diri sendiri secara
realistis sehingga tidak mampu mengambil keputusan yang tepat juga menjadi
indikasi dari adanya gangguan atau hambatan dalam perkembangan mental. Gangguan
yang berkaitan dengan kemampuan menilai lingkungan dan diri secara realistis
ini dapat mengarahkan orang pada gangguan neurosis dan psikosis.
Peningkatan
Kemampuan Penyesuaian Diri
Kita
sudah memahami bahwa penyesuaian diri merupakan dasar bagi penentuan derajat
kesehatan mental seseorang. Orang yang dapat menyesuaikan diri secara aktif dan
realistis sambil tetap mempertahankan stabilitas diri mengindikasikan adanya
kesehatan mental yang tinggi pada dirinya. Sebaliknya mereka yang tidak mampu
menyesuaikan diri secara aktif, tidak realistik dan tidak stabil dirinya
menunjukkan rendahnya kesehatan mental pada dirinya. Dengan kata lain kemampuan
penyesuaian diri merupakan variabel utama dalam kesehatan mental. Dengan
demikian dapat dipahami bahwa peningkatan derajat kesehatan mental setara
dengan peningkatan kemampuan penyesuaian diri yang aktif, realistik disertai
dengan stabilitas diri.
Kemampuan
penyesuaian diri idealnya dilatih dan dibina sejak kecil. Namun peningkatan
kemampuan ini bukan tidak dapat dilakukan ketika seseorang sudah dewasa. Dari
waktu ke waktu idealnya manusia perlu terus mengembangkan kemapuan penyesuaian
dirinya yang aktif, realistik dan dinamis sambil tetap menjaga stabilitas diri.
Dalam banyak literatur psikologi kesehatan, pengembangan diri dan kemampuan
penyesuaian diri merupakan salah satu indikasi dari kepribadian yang sehat.
Kita dapat melihat di antaranya dalam uraian-uraian Gordon W. Allport, Carl
Rogers, Abraham Maslow dan Viktor Frankl. Pemikiran mereka menegaskan bahwa
pribadi yang sehat selalu ditandai dengan keinginan untuk tumbuh dan
berkembang, berorientasi ke masa depan
sambil tetap realistis dan mampu melakukan inovasi bagi diri serta
lingkungannya. Artinya perbaikan kemampuan penyesuaian diri tidak hanya perlu
dilakukan pada mereka yang mengalami gangguan mental tetapi juga pada siapa
saja.
Referensi:
Rineka
Cipta.Koeswara, E. (1991). Teori-teori
Kepribadian. Bandung Eresco.
Sumadi
Suryabrata. (2005). Psikologi
Kepribadian. Jakarta: CV Rajawali.
Supratiknya,
A. (editor). (1993). Teori-teori
Holistik: Organismik – Fenomenologis. Yogyakarta : Kanisius.
Schultz,Duane.
(1991). Psikologi pertumbuhan. Yogyakarta:
Kanisius.
Fromm,
Erich. (1995). Masyarakat
yang Sehat (the Sane Society) terjemah, Thomas Bambang Murtianto,
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Hall.
Calvin S, Lindzey Gardner. (1993). Psikologi
Kepribadian 2 TEORI-TEORI HOLISTIK (ORGANISMIK-FENOMENOLOGIS. Yogyakarta: Kanisius.
Basuki
, Heru. (2008). Psikologi Umum.
Jakarta: Universitas Gunadarma
Puspitawati,
I. (1996). Seri Diktat Kuliah Psikologi Umum I. Jakarta : Universitas
Gunadarma.
wardalisa.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/26410/PPT+07.+Maslow.ppt
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/127/jtptunimus-gdl-muhamadwhi-6309-1-babi.pdf
Apa tujuan dari jurnal ini
BalasHapus