Kamis, 27 Maret 2014

Tugas 1 Kesehatan Mental


Tugas 1
I
 Pengantar

A. Orientasi Kesehatan Mental
Sebagai makhluk yang memiliki kesadaran, manusia menyadari adanya problem yang mengganggu kejiwaannya, oleh karena itu sejarah manusia juga mencatat adanya upaya mengatasi problema tersebut. Upaya-upaya tersebut ada yang bersifat mistik yang irasional, ada juga yang bersifat rasional, konsepsional dan ilmiah. Pada masyarakat Barat modern atau masyarakat yang mengikuti peradaban Barat yang sekular, solusi yang ditawarkan untuk mengatasi problem kejiwaan itu dilakukan dengan menggunakan pendekatan psikologi, dalam hal ini kesehatan mental.

Menurut Webster Dictionary, MENTAL adalah “way of thinking”, berkenaan dengan pikiran/gangguansaraf/kejiwaan. Menurut Kamus Purwodarminto, MENTAL merupakan “way of sense”. Dari berbagai pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa mental merupakan cara berpikir dan berperasaan berdasarkan atas nurani yg tercermin pd perilaku seseorang.

Secara singkat , ilmu kesehatan mental adalah ilmu yang memperhatikan perawatan mental atau jiwa . sama seperti ilmu pengetahuan lainya . ilmu kesehatan mental mempunyai objek yaitu manusia . mental (dari kata latin : mens , mentis) berarti jiwa , nyawa , sukma , roh , semangat sedangkan hygiene (dari kata Yunani : hugiene) berarti ilmu tentang kesehatan. Mental hygiene menitik beratkan kehidupan kerohanian.  Mental hygiene Ilmu kesehatan mental merupakan ilmu yg memperhatikan  perawatan mental/jiwa, objek kajian, kondisi mental manusia dengan memandang manusia sebagai  totalitas psikofisik yg kompleks. Menurut Schneiders ilmu kesehatan mental adalah ilmu yg mengembangkan dan menerapkan seperangkat prinsip yg praktis dan bertujuan utk mencapai dan memelihara kesejahteraan psikologis organisme manusia dan mencegah gangguan mental serta ketidakmampuan penyesuaian diri. Secara umum, kata sehat dapat diartikan sebagai sebuah kondisi yang sempurna tanpa adanya keluhan. Baik keluhan dalam hal fisik atau juga mental. Kesehatan mental merupakan sebuah kondisi dimana seseorang terhindar dari adanya keluhan serta gangguan mental yang terjadi secara neurosis atau juga psikosis. Jika dililat dari sudut pandang psikologi , istilah sehat bisa diartikan sebagai sebuah kondisi dimana tidak terdapat permasalahn dengan lingkungan sekitar. Ilmu Kesehatan mental  lebih bersifat preventif dan memiliki tujuan utk mencegah ketidakmampuan penyesuaian diri serta peningkatan kesehatan mental.

Beberapa Definisi Kesehatan Mental
  • Kesehatan mental adalah terhindarnya orang dari gejala gangguan jiwa (neurose) dan dari gejala-gejala penyakit jiwa (psichose). Definisi ini banyak dianut di kalangan psikiatri (kedokteran jiwa) yang memandang manusia dari sudut sehat atau sakitnya.
  • Kesehatan mental adalah kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan dirinya sendiri, dengan orang lain dan masyarakat serta lingkungan tempat ia hidup. Definisi ini tampaknya lebih luas dan lebih umum daripada definisi yang pertama, karena dihubungkan dengan kehidupan sosial secara menyeluruh. Kemampuan menyesuaikan diri diharapkan akan menimbulkan ketenteraman dan kebahagiaan hidup.
  • Kesehatan mental adalah terwujudnya keharmonisan yang sungguhsungguh antara fungsi-fungsi jiwa, serta mempunyai kesanggupan untuk menghadapi problema-problema yang biasa terjadi, serta terhindar dari kegelisahan dan pertentangan batin (konflik). Definisi ini menunjukkan bahwa fungsi-fungsi jiwa seperti pikiran, perasaan, sikap, pandangan dan keyakinan harus saling menunjang dan bekerja sama sehingga menciptakan keharmonisan hidup, yang menjauhkan orang dari sifat raguragu dan bimbang, serta terhindar dari rasa gelisah dan konflik batin.
  • Kesehatan mental adalah pengetahuan dan perbuatan yang bertujuan untuk mengembangkan dan memanfaatkan potensi, bakat dan pembawaan yang ada semaksimal mungkin, sehingga membawa kepada kebahagiaan diri dan orang lain, serta terhindar dari gangguan dan penyakit jiwa. Definisi keempat ini lebih menekankan pada pengembangan dan pemanfaatan segala daya dan pembawaan yang dibawa sejak lahir, sehingga benar-benar membawa manfaat dan kebaikan bagi orang lain dan dirinya sendiri.
  • Kesehatan mental adalah terwujudnya keserasian yang sungguh-sungguh antara fungsi-fungsi kejiwaan dan terciptanya penyesuaian diri antara manusia dengan dirinya dan lingkungannya, berlandaskan keimanan dan ketaqwaan, serta bertujuan untuk mencapai hidup yang bermakna dan bahagia di dunia dan bahagia di akhirat.  Definisi ini memasukkan unsur agama yang sangat penting dan harus diupayakan penerapannya dalam kehidupan, sejalan dengan penerapan prinsip-prinsip kesehatan mental dan pengembangan hubungan baik dengan sesama manusia.

Kesehatan mental seseorang berhubungan dengan kemampuan menyesuaikan diri dengan keadaan yang dihadapi. Setiap manusia memiliki keinginan-keinginan tertentu, dan di antara mereka ada yang berhasil memperolehnya tanpa harus bekerja keras, ada yang memperolehnya setelah berjuang mati-matian, dan ada yang tidak berhasil menggapainya meskipun telah bekerja keras dan bersabar untuk menggapainya.

Dengan demikian mental hygiene mempunyai tema sentral yaitu bagaimana cara orang memecahkan segenap keruwetan batin manusia yang ditimbulkan oleh macam-macam kesulitan hidup, serta berusaha mendapatkan kebersihan jiwa, dalam pengertian tidak terganggu oleh macam-macam ketegangan, kekalutan dan konflik terbuka serta konflik batin.


Menurut Kartini Kartono dan Jenny Andari mental hygien (kesehatan mental) ialah ilmu yang bertujuan :

1. Memiliki dan membina jiwa yang sehat

2. Berusaha mencegah timbulnya kepatahan jiwa (mental breakdown), mencegah berkembangnya macam-macam penyakit mental dan sebab musabab timbulnya penyakit tersebut

3. Mengusahakan penyembuhan dalam stadium permulaan.



Jadi kecuali melakukan kegiatan-kegiatan preventif guna mencegah timbulnya penyakit-penyakit mental, juga berusaha menyehatkan kembali orang-orang yang tengah terganggu mental dan emosinya. Demikian pula Saparinah Sadli, mengemukakan tiga orientasi dalam kesehatan jiwa, yaitu:
1. Orientasi Klasik
Seseorang dianggap sehat bila ia tidak mempunyai kelakuan tertentu, seperti ketegangan, rasa lelah, cemas, rendah diri atau perasan tak berguna, yang semuanya menimbulkan perasaan “sakit” atau rasa “tak sehat” serta mengganggu efisiensi kegiatan sehari-hari. Aktivitas klasik ini banyak dianut di lingkungan kedokteran.
2. Orientasi penyesuaian diri
Orang dianggap sehat secara psikologis bila ia mampu nmengembangkan dirinya sesuai dengan tuntutan orang-orang lain serta lingkungan sekitarnya.
3. Orientasi pengembangan potensi
Seseorang dikatakan mencapai tarap kesehatan jiwa, bila ia mendapat kesempatan untuk mengembangkan potensialitasnya menuju kedewasaan, ia bisa dihargai oleh orang lain dan dirinya sendiri. Dalam psiko-terapi (Perawatan Jiwa) ternyata yang menjadi pengendali utama dalam setiap tindakan dan perbuatan seseorang bukanlah akal pikiran semata-mata, akan tetapi yang lebih penting dan kadang-kadangsangat menentukan adalah perasaan. Telah terbukti bahwa tidak selamanya perasaan tunduk kepada pikiran, bahkan sering terjadi sebaliknya, pikiran tunduk kepada perasaan. Dapat dikatakan bahwa keharmonisan antara pikiran dan perasaanlah yang membuat tindakan seseorang tampak matang dan wajar. Sehingga dapat dikatakan bahwa tujuan Hygiene mental atau kesehatan mental adalah mencegah timbulnya gangguan mental dan gangguan emosi, mengurangi atau menyembuhkan penyakit jiwa serta memajukan jiwa”. Menjaga hubungan sosial akan dapat mewujudkan tercapainya tujuan masyarakat membawa kepada tercapainya tujuan-tujuan perseorangan sekaligus. Kita tidak dapat menganggap bahwa kesehatan mental hanya sekedar usaha untuk mencapai kebahagiaan masyarakat, karena kebahagiaan masyarakat itu tidak akan menimbulkan kebahagiaan dan kemampuan individu secara otomatis, kecuali jika kita masukkan dalam pertimbangan kita, kurang bahagia dan kurang menyentuh aspek individu, dengan sendirinya akan mengurangi kebahagiaan dan kemampuan sosial.Dari uraian di atas dapat lebih difokuskan, bahwa tujuan mental hygiene atau kesehatan mental adalah tercapainya kebahagiaan secara individu maupun kebahagiaan masyarakat pada umumnya.

B. Konsep Sehat
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia sehat adalah keadaan seluruh badan serta bagian-bagiannya bebas dari sakit. 

Menurut UU Kesehatan No. 23 tahun 1992, sehat adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis.

Menurut WHO (World Health Organization) tahun 2001, menyatakan bahwa kesehatan mental merupakan kondisi dari kesejahteraan yang disadari individu, yang di dalamnya terdapat kemampuan-kemampuan untuk mengelola stres kehidupan yang wajar, untuk bekerja secara produktif dan menghasilkan, serta berperan serta di komunitasnya. Definisi WHO tentang sehat mempunyai karakteristik berikut yang dapat meningkatkan konsep sehat yang positif (Edelman & Mandle. 1994):
1. Memperhatikan individu sebagai sebuah sistem yang menyeluruh.
2. Memandang sehat dengan mengidentifikasi lingkungan internal dan eksternal.
3. Penghargaan terhadap pentingnya peran individu dalam hidup.

Sedangkan pengertian sehat (Health) secara umum dapat dipahami sebagai kesejahteraan secara penuh (keadaan yang sempurna) baik secara fisik, mental, maupun sosial, tidak hanya terbebas dari penyakit atau keadaan lemah.

Konsep sehat merupakan bebas dari sakit emosional serta tidak adanya tingkah laku neurotis atau psikotis. Namun, konsep sehat tersebut tidak cukup untuk menilai seseorang sebagai pribadi yang sehat. Tidak adanya sakit emosional hanya merupakan suatu langkah pertama yang diperlukan untuk pertumbuhan dan pemenuhan, individu harus mencapai lebih jauh. Mungkin saja kita memiliki segi kehidupan yang berfungsi untuk memuaskan, namun masih tetap menderita kebosanan yang menyiksa, stagnasi, dan keputusasaan. Bahkan dalam menghadapi kondisi-kondisi yang tampaknya ideal, kita dapat merasakan suatu kehampaan yang menjemukan dalam kehidupan kita. Kita tidak mengetahui pasti apa itu kepribadian yang sehat atau konsep sehat karena terdapat sedikit penyesuaian pendapat di antara kalangan ahli-ahli psikologi yang bekerja dalam bidang ini. Ada cukup banyak definisi tentang kepribadian sehat atau konsep sehat.  Hal yang paling baik yang dapat dicapai pada tingkat pengetahuan kita adalah meneliti konsepsi-konsepsi tentang kesehatan psikologi yang positif.

Jahoda (Ihrom, 2008), batasan lebih luas terhadap Kesehatan mental mencakup :
a.   sikap kepribadian yang baik terhadap diri sendiri, kemampuan mengenali diri dengan baik.
b.    pertumbuhan dan perkembangan serta perwujudan diri yang baik.
c.    keseimbangan mental, kesatuan pandangan dan ketahanan terhadap segala tekanan.
d. otonomi diri yang mencakup unsur-unsur pengatur kelakuan dari dalam atau kelakuan kelakuan bebas.
e.    persepsi mengenai realitas, terbebas dari penyimpangan kebutuhan serta memiliki empati dan kepekaan social.
f.     kemampuan menguasai dan berintegrasi dengan lingkungan.

Kozier et al. (1997) mengungkapkan optimasi kesehatan prima manusia harus memenuhi lima dimensi, yakni dimensi fisik, sosial, emosi, entelektual dan spiritual, yaitu:
1.     Dimensi Emosi
            Sehat secara dimensi emosi adalah orang yang dapat menstabilkan atau dapat mengontrol perasaannya seperti mengekspresikan rasa sedih, kesal, marah maupun senang dengan secara tidak berlebihan.
2.     Dimensi Intelektual
            Sehat secara dimensi intelektual adalah orang yang dapat memecahkan masalah dengan pikiran yang tenang dan mampu menyelesaikan masalahnya sendiri.
3.     Dimensi Sosial
            Sehat secara dimensi sosial adalah orang yang dapat berinteraksi atau berhubungan dengan orang lain ataupun dengan kelompok tanpa membedakan agama, ras, suku, dll, dengan saling menghargai satu sama lain.
4.     Dimensi Fisik
            Sehat secara dimensi fisik adalah seseorang  dinyatakan secara klinis tidak ada penyakit atau semua organ tubuhnya normal, tidak ada gangguan apapun didalam fungsi tubuhnya, atau dengan kata lain orang tersebut tidak merasakan sakit maupun mengeluh sakit.
5.     Dimensi Spiritual
            Sehat secara dimensi spiritual adalah orang-orang yang menyerahkan diri kepada agama kepercayaan nya masing-masing, serta kondisi jiwa dan id mereka dianggap sehat karena pikiran mereka jernih dan tidak melakukan sesuatu hal diluar batas.


C. Sejarah Perkembangan Kesehatan Mental

 



a.    Zaman Prasejarah
Manusia purba sering mengalami gangguan mental atau fisik, seperti infeksi, artritis, dll. Tetapi penyakit mental pada saat itu ditangani dengan cara merawatnya sama seperti penyakit fisik karena mereka berfikir bahwa penyakit mental dan fisik disebabkan oleh penyebab yang sama yaitu pengaruh dan serangan dari roh-roh jahat, dosa-dosa atau mantera-mantera musuh.
b.    Zaman Peradaban Awal
Di Mesopotamia, penyakit mental dihubungkan dengan roh atau setan dan perawatannya dilakukan dengan upacara-upacara agama dan magis untuk mengusir roh atau setan dari tubuh di pasien. Sedangkan di Mesir ilmu kedokteran lebih maju dan rasional perawatannya dilakukan dengan menggunakan terapi untuk pasien berupa rekreasi dan pekerjaan serta psikoterapi untuk mengobati penyakit mental. Sedangkan di Yahudi penyakit mental diartikan sebagai suatu hukuman dari Tuhan dan hanya diobati dengan bertaubat. Beberapa pandangan dalam pemikiran Yunani yang sangat penting yaitu dengan dilakukannya penelitian dan terminology psikiatri modern.
  1. Phytagoras (orang yang pertama memberi penjelasan alamiah terhadap penyakit mental) 
  2. Hypocrates (Ia berpendapat penyakit / gangguan otak adalah penyebab penyakit mental) 
  3. Plato (gangguan mental sebagian gangguan moral, gangguan fisik dan sebagiaan lagi dari dewa dewa)
c.    Abad Pertengahan (Abad Gelap)
Pada abad ini, gangguan mental tidak lagi dianggap sebagai penyakit. Demonologi (suatu dokrin yang menyebutkan bahwa perilaku abnormal seseorang disebabkan oleh pengaruh roh jahat atau kekuatan setan) dihidupkan kembali. Para pemuka agama pada saat itu melakukan suatu upacara untuk mengeluarkan pengaruh roh jahat dari tubuh seseorang dengan metode exorcism. Dengan hancurnya peradaban Yunani – Romawi , kemajuan ilmu pengetahuan di Eropa mengalami kemunduran . banyak kebiasaan baik yang telah lama di bina dalama ilmu kedokteran sebelumnya tidak diteruskan.  Dalam periode darai abad 10 dan 15 , dancing mania yang juga disebut “ kegilaan massa” terdapat di Eropa , dimana sejumlah besar orang menari secara liar dan tak terkendali sampai kehabisan tenaga. Banyak yang berpendapat mungkin mereka terkena penyakit saraf. . masa abad 15 sampai 18 merupakan bagian sejarah yang menyedihkan berkenaan dengan nasib para pasien sakit mental. Penyakit mereka pada umumnya dianggap sebagai kerasukan setan dan perawatannya ialah mengusir keluar setannya dengan cara menghukum atau menyiksanya.

d.    Zaman Renaissesus
Pada zaman ini di beberapa negara Eropa, para tokoh keagamaan, ilmu kedokteran dan filsafat mulai menyangkal anggapan bahwa pasien sakit mental tenggelam dalam dunia tahayul. Zaman ini digambarkan sebagai zaman terang dalam kegelapan. Di Switzerland, mengakui penyebab yang rasional dari penyakit mental dan menolak adanya demonologi. Di Perancis, menganggap bahwa penyakit mental tidak berbeda dengan penyakit fisik. Tahun 1742 pendeta Cotton Mather menjelaskan masalah kejiwaan yang menyebabkan gangguan yang terjadi didalam tubuh sekaligus mematahkan demonologi yang berkembang selama ini.
Era Pra Ilmiah
1. Kepercayaan Animisme
Sejak zaman dulu gangguan mental telah muncul dalam konsep primitif, yaitu kepercayaan terhadap faham animisme bahwa dunia ini diawasi atau dikuasai oleh roh-roh atau dewa-dewa. Orang Yunani kuno percaya bahwa orang mengalami gangguan mental, karena dewa marah kepadanya dan membawa pergi jiwanya. Untuk menghindari kemarahannya, maka mereka mengadakan perjamuan pesta (sesaji) dengan mantra dan kurban.
2. Kepercayaan Naturalisme
Suatu aliran yang berpendapat bahwa gangguan mental dan fisik itu akibat dari alam. Hipocrates (460-367) menolak pengaruh roh, dewa, setan atau hantu sebagai penyebab sakit. Dia mengatakan, Jika anda memotong batok kepala, maka anda akan menemukan otak yang basah, dan mencium bau amis. Tapi anda tidak akan melihat roh, dewa, atau hantu yang melukai badan anda.

Seorang dokter Perancis, Philipe Pinel (1745-1826) menggunakan filsafat polotik dan sosial yang baru untuk memecahkan problem penyakit mental. Dia terpilih menjadi kepala Rumah Sakit Bicetre di Paris. Di rumah sakit ini, pasiennya dirantai, diikat ketembok dan tempat tidur. Para pasien yang telah di rantai selama 20 tahun atau lebih, dan mereka dianggap sangat berbahaya dibawa jalan-jalan di sekitar rumah sakit. Akhirnya, diantara mereka banyak yang berhasil, mereka tidak lagi menunjukkan kecenderungan untuk melukai atau merusak dirinya.

e.    Era Modern
Perubahan luar biasa dalam sikap dan cara pengobatan gangguan mental terjadi pada saat berkembangnya psikologi abnormal dan psikiatri di Amerika pada tahun 1783. Ketika itu Benyamin Rush (1745-1813) menjadi anggota staf medis di rumah sakit Pensylvania. Di rumah sakit ini ada 24 pasien yang dianggap sebagai lunatics (orang gila atau sakit ingatan). Pada waktu itu sedikit sekali pengetahuan tentang penyebab dan cara menyembuhkan penyakit tersebut. Akibatnya pasien-pasien dikurung dalam ruang tertutup, dan mereka sekali-kali diguyur dengan air.

Rush melakukan suatu usaha yang sangat berguna untuk memahami orang-orang yang menderita gangguan mental tersebut melalui penulisan artikel-artikel. Secara berkesinambungan, Rush mengadakan pengobatan kepada pasien dengan memberikan dorongan (motivasi) untuk mau bekerja, rekreasi, dan mencari kesenangan.

Pada tahun 1909, gerakan mental Hygiene secara formal mulai muncul. Perkembangan gerakan mental hygiene ini tidak lepas dari jasa Clifford Whitting Beers (1876-1943) bahkan karena jasanya itu ia dinobatkan sebagai The Founder of the Mental Hygiene Movement. Dia terkenal karena pengalamannya yang luas dalam bidang pencegahan dan pengobatan gangguan mental dengan cara yang sangat manusiawi.

Secara hukum, gerakan mental hygiene ini mendapat pengakuan pada tanggal 3 Juli 1946, yaitu ketika presiden Amerika Serikat menandatangani The National Mental Health Act., yang berisi program jangka panjang yang diarahkan untuk meningkatkan kesehatan mental seluruh warga masyarakat.

Bebarap tujuan yang terkandung dalam dokumen tersebut meliputi
  1. Meningkatkan kesehatan mental seluruh warga masyarakat Amerika Serikat, melalui penelitian, investigasi, eksperimen, penayangan kasus-kasus, diagnosis, dan pengobatan. 
  2. Membantu lembaga-lembaga pemerintah dan swasta yang melakukan kegiatan penelitian dan meningkatkan koordinasi antara para peneliti dalam melakukan kegiatan dan mengaplikasikan hasil-hasil penelitiannya. 
  3. Memberikan latihan terhadap para personel tentang kesehatan mental. 
  4. Mengembangkan dan membantu negara dalam menerapkan berbagai metode pencegahan, diagnosis, dan pengobatan terhadap para pengidap gangguan mental
Pada tahun 1950, organisasi mental hygiene terus bertambah, yaitu dengan berdirinya National Association for Mental Health. Gerakan mental hygiene ini terus berkembang sehingga pada tahun 1975 di Amerika terdapat lebih dari seribu perkumpulan kesehatan mental. Di belahan dunia lainnya, gerakan ini dikembangkan melalui The World Federation forMental Health dan The World Health Organization.

II
Teori Kepribadian Sehat

A. Aliran Psikoanalisa
Sigmund Freud adalah seorang Austria keturunan Yahudi dan pendiri aliran psikoanalisis dalam bidang ilmu psikologi.  Ia dikenal sebagai Bapak Psikoanalis. Aliran ini melihat dari sisi negatif individu, masa lalu, analisis mimpi dan juga alam bawah sadar. Menurut Freud, kehidupan jiwa memiliki tiga tingkatan kesadaran, yakni sadar (conscious), prasadar (preconscious), dan tak-sadar (unconscious). Konsep dari teori Freud yang paling terkenal adalah tentang adanya alam bawah sadar yang mengendalikan sebagian besar perilaku. Selain itu, dia juga memberikan pernyataan bahwa perilaku manusia didasari pada hasrat seksualitas (eros) yang pada awalnya dirasakan oleh manusia semenjak kecil dari ibunya.
Di dalam teori psikoanalisa , Sigmund sangat berpengaruh didalam nya . aliran ini membagi 3 sistem pokok yaitu : id , ego dan superego.
a.    Id adalah sistem kepribadian yang asli dan merupakan hasil pemikiran individu . id terdiri dari dorongan – dorongan biologis dasar kebutuhan seperti kebutuhan makan , minum , seks dan agresifitas.
b.    Ego adalah energy yang mendorong id untuk menjadi kenyataan . dengan kata lain ego mempunyai prinsip realitas.
c.    Superego adalah sistem yang mempunyai prinsip moral yang mengontrol ego dalam mendorong id untuk menjadi nyata. Superego membatasi , membentengi , melawan ego dengan norma yang berlaku.


B. Aliran Humanistik
Istilah psikologi humanistik (Humanistic Psychology) diperkenalkan oleh sekelompok ahli psikologi yang pada awal tahun 1960-an bekerja sama di bawah kepemimpinan Abraham Maslow dalam mencari alternatif dari dua teori yang sangat berpengaruh atas pemikiran intelektual dalam psikologi.Kedua teori yang dimaksud adalah psikoanalisis dan behaviorisme.
Maslow menyebut psikologi humanistik sebagai “kekuatan ketiga” (a third force).Meskipun tokoh-tokoh psikologi humanistik memiliki pandangan yang berbeda-beda, tetapi mereka berpijak pada konsepsi fundamental yang sama mengenai manusia, yang berakar pada salah satu aliran filsafat modern, yaitu eksistensialisme. Manusia, menurut eksistensialisme adalah hal yang mengada-dalam dunia (being-in-the-world), dan menyadari penuh akan keberadaannya (Koeswara, 2001 : 113). Eksistensialisme menolak paham yang menempatkan manusia semata-mata sebagai hasil bawaan ataupun lingkungan. Sebaliknya, para filsuf eksistensialis percaya bahwa setiap individu memiliki kebebasan untuk memilih tindakan, menentukan sendiri nasib atau wujud dari keberadaannya, serta bertanggung jawab atas pilihan dan keberadaannya.
Psikologi humanistik dapat dimengerti dari tiga ciri utama, yaitu :
  1. psikologi humanistik menawarkan satu nilai yang baru sebagai pendekatan untuk memahami sifat dan keadaan manusia.
  2. psikologi humanistik menawarkan pengetahuan yang luas akan kaidah penyelidikan dalam bidang tingkah laku manusia.
  3. psikologi humanistik menawarkan metode yang lebih luasakan kaidah-kaidah yang lebih efektif dalam dalam pelaksanaan psikoterapi.


C. Pendapat Fromm
Fromm menyebut kepribadian yang sehat adalah orientasi produktif. Konsep itu menggambarkan penggunaan yang sangat penuh atau realisasi dari potensi manusia. Dengan menggunakan kata “orientasi”, Fromm menunjukkan bahwa kata itu merupakan suatu sikap umum atau segi pandangan yang meliputi semua segi kehidupan, renspons-respons intelektual, emosional, dan sensoris terhadap orang-orang, benda-benda, dan peristiwa-peristiwa didunia dan terhadap diri.
·                 Menjadi produktif berarti orang menggunakan semua tenaga dan potensinya. Kata “produktif” mungkin menyesatkan karena kita cenderung memikirkan kata itu dalam pengertian manghasilkan sesuatu seperti barang-barang material, karya-karya seni atau ide-ide. Fromm mengartikan kata itu jauh lebih luas daripada ini. Mungkin berguna kalau memikirkan produktivitas itu sinonim dengan berfungsi sepenuhnya, mengaktualisasikan diri, mencintai, keterbukaan, dan mengalami. Orang-orang sehat menciptakan diri mereka dengan melahirkan semua potensi mereka, dengan menjadi semua menurut kesanggupan mereka, dengan memenuhi semua kapasitas mereka.

Kepribadian Produktif menurut Fromm:
1)    Cinta yang produktif
Karena cinta yang produktif menyangkut empat sifat yang menantang perhatian, tanggung jawab, respek dan pengetahuan. Mencintai orang-orang lain berarti memperhatikan (dalam pengertian memelihara mereka), sungguh-sungguh memperhatikan kesejahteraan mereka, dan membantu pertumbuhan dan perkembangan mereka. Hal ini berarti memikul tanggung jawab untuk orang-orang lain, dalam pengertian mau mendengarkan kebutuhan-kebutuhan mereka juga orang-orang yang dicintai dipandang dengan respek dan menerima individualitas mereka, mereka dicintai menurut siapa dan apa adanya. Dan untuk menghormati mereka, kita harus memiliki pengetahuan penuh terhadap mereka, kita harus memahami mereka siapa dan apa secara objektif.
2)    Pikiran yang produktif
Pikiran yang produktif meliputi kecerdasan, pertimbangan, dan objektivitas. Pemikir produktif didorong oleh perhatian yang kuat terhadap objek pikiran. Pemikir yang produktif dipengaruhi olehnya dan memperhatikannya. Fromm percaya bahwa semua penemuan dan wawasan yang hebat melibatkan pikiran objektif, dimana pemikir-pemikir didorong oleh ketelitian, dan perhatian untuk menilai secara objektif seluruh masalah.
3)    Kebahagiaan
Orang-orang yang produktif ialah orang-orang yang berbahagia. Fromm menulis bahwa suatu perasaan kebahagian merupakan bukti bagaimana berhasilnya seseorang “dalam seni kehidupan”. Kebahagiaan merupakan prestasi (kita) yang paling hebat. Fromm membedakan dua tipe suara hati otoriter dan suara hati humanistis.
4)    Suara hati
Suara hati otoriter adalah penguasa dari luar yang diinternalisasikan, yang memimpin tingkah laku orang itu. Penguasa itu dapat berupa orang tua, Negara, atau suara kelompok lainnya yang mengatur tingkah laku melalui ketakutan orang itu terhadap hukuman karena melanggar kode moral dari penguasa. Suara hati humanistis ialah suara dari diri dan bukan dari suatu perantara dari luar. Pedoman kepribadian sehat untuk tingkah laku bersifat internal dan individual. Orang bertingkah laku sesuai dengan apa yang cocok untuk berfungsi sepenuhnya dan menyingkap seluruh kepribadian, tingkah laku-tingkah laku yang menghasilkan rasa persetujuan dan kebahagiaan dari dalam. Jadi, kepribadian yang sehat dan produktif memimpin dan mengatur diri sendiri.

III
Penyesuaian Diri

Pengertian penyesuaian diri adalah proses yang diharapi oleh individu dalam mengenal lingkungan yang baru. Menurut Schneider (dalam Partosuwido, 1993) penyesuaian diri merupakan kemampuan untuk mengatasi tekanan kebutuhan, frustrasi dan kemampuan untuk mengembangkan mekanisme psikologis yang tepat. Menurut Callhoun dan Acocella (dalam Sobur, 2003), penyesuaian dapat didefenisikan sebagai interaksi individu yang kontinu dengan diri individu sendiri, dengan orang lain, dan dengan dunia individu. Menurut pandangan para ahli diatas, ketiga faktor tersebut secara konstan mempengaruhi individu dan hubungan tersebut bersifat timbal balik mengingat individu secara konstan juga mempengaruhi kedua faktor lain.

Menurut Schneiders (1964), pengertian penyesuaian diri dapat ditiinjau dari tiga sudut pandang, yaitu:
  1. Penyesuaian sebagai adaptasi. Menurut pandangan ini, penyesuaian diri cenderung diartikan sebagai usaha mempertahankan diri secara fisik, bukan penyesuaian dalam arti psikologis, sehingga ada kompleksitas kepribadian individu dengan lingkungan yang terabaikan.
  2. Penyesuaian diri sebagai bentuk konformitas. Penyesuaian diri diartikan sama dengan penyesuaian yang mencakup konformitas terhadap suatu norma. Pengertian ini menyiratkan bahwa individu seakan-akan mendapat tekanan kuat untuk harus selalu mampu menghindarkan diri dari penyimpangan perilaku, baik secara moral, sosial maupun emosional. Menurut sudut pandang ini, individu selalu diarahkan kepada tuntutan konformitas dan diri individu akan terancam tertolak jika perilaku individu tidak sesuai dengan norma yang berlaku.
  3. Penyesuaian diri sebagai usaha penguasaan. Penyesuaian diri dipandang sebagai kemampuan untuk merencakan dan mengorganisasikan respons dalam cara-cara tertentu sehingga konflik-konflik, kesulitan dan frustasi tidak terjadi, dengan kata lain penyesuaian diri diartikan sebagai kemampuan penguasaan dalam mengembangkan diri sehingga dorongan emosi dan kebiasaan menjadi terkendali dan terarah.

Berdasarkan tiga sudut pandang tentang penyesuaian diri yang disebut diatas, dapat disimpulkan bahwa penyesuaian diri dapat diartikan sebagai suatu proses yang mencakup suatu respon-respon mental dan perilaku yang diperjuangkan individu agar dapat berhasil menghadapi kebutuhan-kebutuhan internal, ketegangan, frustasi, konflik serta untuk menghasilkan kualitas keselarasan antara tuntutan dari dalam diri individu dengan tuntutan dari dunia luar atau lingkungan tempat individu berada (Ali & Asrori, 2004).

Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa penyesuaian diri adalah proses dinamik dalam interaksi individu dengan diri sendiri, orang lain dan lingkungan yang mencakup respon-respon mental dan perilaku untuk menghadapi kebutuhan-kebutuhan internal, ketegangan, frustasi, konflik dan mencapai keselarasan antara tuntutan dari dalam diri dengan tuntutan dari luar diri individu.

         Penyesuaian diri yang dilakukan orang sehat mental tidak menyebabkan bergantinya kepribadian. Perubahan-perubahan dalam diri individu tidak mengubah secara drastis dirinya. Pada orang sehat mental stabilitas diri dipertahankan. Dalam menyesuaian diri dengan lingkungan, individu dapat menerima apa yang ia anggap baik dan menolak apa yang ia anggap buruk berdasarkan pegangan normatif yang ia miliki. Di sini terlihat adanya otonomi diri dalam penyesuaian diri yang memperlihatkan stabilitas diri individu. Otonomi ini menandakan bahwa ada pusat diri pada manusia yang mengorganisasi keseluruhan dirinya. Meski penyesuaian diri perlu terus dilakukan namun kondisi dalam diri tetap stabil dan memiliki kesatuan. Keadaan diri yang stabil dan berkesatuan itu selalu dipertahankan oleh individu yang sehat.



         Penyesuaian diri pada orang yang sehat selalu didasarkan pada penilaian terhadap kehidupan dan keadaan diri sendiri. Pilihan cara-cara menanggapi rangsangan, ajakan dan dorongan selalu didasarkan pada pertimbangkan kondisi kehidupan yang sedang dijalaninya yang diperbandingan dengan kondisi diri sendiri. Orang yang sehat akan melihat masalah nyata apa yang dihadapinya dan bagaimana kondisi dirinya berkaitan dengan masalah itu sebelum menentukan tindakan yang akan diambil. Di sini terlihat bahwa orang yang sehat memiliki kemampuan memahami realitas internal dan eksternal dirinya. Ia tidak bereaksi secara mekanik atau kompulsif-repetitif tetapi berespons secara realistis dan berorientasi pada masalah.



         Dengan batasan-batasan kesehatan mental seperti yang diuraikan tadi, kita dapat pula mengenali tanda-tanda gangguan kesehatan mental. Individu yang tidak mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan menunjukkan adanya masalah kesehatan mental. Dalam penelitian-penelitian psikologi klinis ditemukan bahwa gangguan stres berat, depresi, frustasi yang menyebabkan agresi, histeria, bahkan psikopati dan psikosis kebanyakan disebabkan oleh ketidakmampuan penderitanya dalam menghadapi kenyataan yang terjadi padanya. Begitu pula dengan individu-individu yang hanya bertindak reaktif terhadap rangsangan, dorongan dan ajakan. Mereka tidak mampu mengontrol dan menguasai diri sendiri sehingga tidak mampu menampilkan perilaku yang tepat dalam setiap kondisi yang dihadapinya. Individu yang tidak mampu mempertahankan stabilitas diri juga mengindikasikan adanya gangguan mental dalam hal otonomi dan kesatuan diri. Disintegrasi diri merupakan ciri utama pada gangguan-gangguan psikosis. Ketiadaan atau kekurangan kemampuan menilai lingkungan dan diri sendiri secara realistis sehingga tidak mampu mengambil keputusan yang tepat juga menjadi indikasi dari adanya gangguan atau hambatan dalam perkembangan mental. Gangguan yang berkaitan dengan kemampuan menilai lingkungan dan diri secara realistis ini dapat mengarahkan orang pada gangguan neurosis dan psikosis.



Peningkatan Kemampuan Penyesuaian Diri

          Kita sudah memahami bahwa penyesuaian diri merupakan dasar bagi penentuan derajat kesehatan mental seseorang. Orang yang dapat menyesuaikan diri secara aktif dan realistis sambil tetap mempertahankan stabilitas diri mengindikasikan adanya kesehatan mental yang tinggi pada dirinya. Sebaliknya mereka yang tidak mampu menyesuaikan diri secara aktif, tidak realistik dan tidak stabil dirinya menunjukkan rendahnya kesehatan mental pada dirinya. Dengan kata lain kemampuan penyesuaian diri merupakan variabel utama dalam kesehatan mental. Dengan demikian dapat dipahami bahwa peningkatan derajat kesehatan mental setara dengan peningkatan kemampuan penyesuaian diri yang aktif, realistik disertai dengan stabilitas diri.



         Kemampuan penyesuaian diri idealnya dilatih dan dibina sejak kecil. Namun peningkatan kemampuan ini bukan tidak dapat dilakukan ketika seseorang sudah dewasa. Dari waktu ke waktu idealnya manusia perlu terus mengembangkan kemapuan penyesuaian dirinya yang aktif, realistik dan dinamis sambil tetap menjaga stabilitas diri. Dalam banyak literatur psikologi kesehatan, pengembangan diri dan kemampuan penyesuaian diri merupakan salah satu indikasi dari kepribadian yang sehat. Kita dapat melihat di antaranya dalam uraian-uraian Gordon W. Allport, Carl Rogers, Abraham Maslow dan Viktor Frankl. Pemikiran mereka menegaskan bahwa pribadi yang sehat selalu ditandai dengan keinginan untuk tumbuh dan berkembang, berorientasi  ke masa depan sambil tetap realistis dan mampu melakukan inovasi bagi diri serta lingkungannya. Artinya perbaikan kemampuan penyesuaian diri tidak hanya perlu dilakukan pada mereka yang mengalami gangguan mental tetapi juga pada siapa saja.



 

Referensi:
*       Rineka Cipta.Koeswara, E. (1991). Teori-teori Kepribadian. Bandung Eresco.
*       Sumadi Suryabrata. (2005). Psikologi Kepribadian. Jakarta: CV Rajawali.
*     Supratiknya, A. (editor). (1993). Teori-teori Holistik: Organismik – Fenomenologis. Yogyakarta : Kanisius.
*       Schultz,Duane. (1991). Psikologi pertumbuhan. Yogyakarta: Kanisius.
*   Fromm, Erich. (1995). Masyarakat yang Sehat (the Sane Society) terjemah, Thomas Bambang Murtianto, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
*   Hall. Calvin S, Lindzey Gardner. (1993). Psikologi Kepribadian 2 TEORI-TEORI HOLISTIK (ORGANISMIK-FENOMENOLOGIS. Yogyakarta: Kanisius.
*       Basuki , Heru. (2008). Psikologi Umum. Jakarta: Universitas Gunadarma
*       Puspitawati, I. (1996). Seri Diktat Kuliah Psikologi Umum I. Jakarta : Universitas Gunadarma.
*       wardalisa.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/26410/PPT+07.+Maslow.ppt
*       http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/127/jtptunimus-gdl-muhamadwhi-6309-1-babi.pdf



1 komentar: