Minggu, 29 Desember 2013

Tugas Mengomentari Jurnal




Tugas Mengomentari Jurnal


Judul Jurnal   : Media Sosial dan Presentasi Diri

Penulis          : Jandy E. Luik (Prodi Ilmu Komunikasi, UK Petra – Surabaya)


  1. Jenis penulisan dalam jurnal ini sudah jelas, yaitu menjelaskan mengenai pengaruh berbagai macam media sosial terhadap presentai diri maupun perkembangann karakter maupun sifat seorang individu terhadap lingkungan sosialnya.
  2. The Problem
    1. Masalah dalam jurnal ini hanya mengutarakan persoalan siswa yang memiliki sikap yang positif dengan siswa yang mempunyai sikap negatif namun tidak memberikan batasan dan kriteria apa saja yang tergolong siswa yang memiliki sikap positif dan sikap negatif.
    2. Dalam jurnal ini terdapat pembahasan media sosial, presentasi diri serta penjelasan secara gabungan terkait media sosial dan presentasi secara jelas, terinci dan saling berkaitan.
    3. Variabel bebas dalam jurnal  ini ada dua variabel bebas diantaranya variabel bebas pertama adalah media sosial itu sendiri, kemudian variabel bebas yang kedua adalah sikap indvidu terhadap berkembangnya media sosial yang beragam. Hal ini sudah tepat karena sudah sesuai dengan judul jurnal.
    4. Variabel terikat dalam jurnal ini adalah hasil belajar pendidikan jasmani, hal ini sudah tepat karena sudah sesuai dengan judul  jurnal.
    5. The Design
      1. Pembahasan maupun isi dalam jurnal ini sudah tepat dalam menjawab rumusan masalah dalam jurnal ini.
      2. Contoh kasus dalam jurnal ini sudah dijelaskan secara jelas yaitu peran media sosial yang sangat berpengaruh besar terhadap mempresentasikan dirinya kepada orang lain melalui media semacam Facebook, Twitter, MySpace, LinkedIn, Path, Instagram, Flickr dan lain lain. Mereka banyak yang menggunakan media sosial tersebut untuk men-share status, foto, sedang dimana mereka berada maupun kondisi emosional mereka ke dalam media sosial. Media sosial memberikan ruang yang seluas-luasnya bagi setiap individu (user) untuk berkreasi, khususnya dalam menampilkan diri masing-masing
      3. Dalam jurnal ini dilakukan kelompok kontrol dan kelompok perlakuan sudah jelas dan tepat.
      4. Penulisan jurnal ini bersifat kualitatif, yaitu didasarkan pada kejadian atau situasi nyata yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari
        1. Perlakuan dalam pengumpulan data dalam penelitian ini sudah digambarkan secara jelas.
        2.  Penggambaran karakteristik pensampelan dalam penelitian ini sudah dipaparkan secara jelas sehingga pembaca memahami karakter pensampelan.
        3. The Measurement
          1. Alat bukti reliabilitas yang diberikan dalam penelitian ini ada sehingga tingkat realibilitasnya bisa dikatakan akurat karena sesuai dengan kehidupan nyata.
          2. Alat bukti validitas yang diberikan dalam penelitian ini ada sehingga tingkat validitasnya jelas dan bisa dipertanggungjawabkan.
          3. The Interpretation
            1. Kesimpulan dan hasil penelitian dalam  jurnal ini konsisten dan rinci karena terdapat pula contoh kasus terkait penampilan diri seseorang terhadap pengaruh media sosial, sehingga pembaca dapat memahaminya secara jelas.
            2. Dilakukan spesialisasi terkait pembahasan dalam jurnal tersebut karena penjelasan yang dipaparkan dpat menunjang aktivitas seseorang dalam menghadapi perkembagan media sosial lainnya.
            3. Jurnal ini merupakan penelitian yang cukup signifikan karena dalam pembahasan dan isinya menyangkut hal atau kejadian yang terjadi secara nyata dalam kehidupan sehari-hari, penulisan ini menekankan aspek yang bersifat menyeluruh terkait sikap, emosional, aktivitas sosial serta fasilitas lain yang terdapat dalam media sosial. Media sosial yang ada membuat fase perkenalan dan pertemanan menjai semakin dinamis. Begitu pula dengan karakteristik media sosial yang mampu membuat presentasi diri berjalan semakin dinamis dan berkelanjutan. Disamping itu, oresentasi diri juga bisa diartikan sebagai sebuah upaya mengembangkan atau eksperimen terhadap identitas pengguna. Penulisan jurnal ini memberikan dan menyatakan bahwa kajian-kajian presentasi diri tidak tetrutup pada suatu level atau tingkat usia saja, tetapi juga tidak tertutup pada faktor gender, etnis, maupun jenis media sosial itu sendiri.



Media Sosial dan Presentasi Diri

Setiap orang memiliki harapan untuk bisa menjadi sebuah sosok impian. Sosok impian yang bisa saja berdasarkan kebutuhan dirinya sendiri, karena melihat-lihat kondisi sekitarnya, atau berdasarkan konstruksi pribadi. Berdasarkan figur impiannya tersebut, setiap individu akan menata dirinya dengan berbagai cara baik itu dari cara berbicara, pemilihan kata-kata, cara berpakaian, peralatan teknologi yang dimiliki, teman atau kelompok yang dipilih, kegiatan yang diikuti, dan tempat makan/minum yang dipilih. Bagi seorang anak muda yang sangat memimpikan untuk menjadi seperti sosok artis tertentu, maka dia akan menata dirinya baik itu pakaian, kata-kata, dan berbagai elemen untuk mencapai figur tersebut. Bagi seorang yang ingin menampilkan diri sebagai seorang profesional muda, maka tentulah dia akan menata dirinya sesuai dengan sosok profesional muda yang dia harapkan. Singkatnya, hampir semua wadah bisa dipakai oleh setiap individu untuk melakukan penataan terhadap dirinya. Dengan demikian, ketika media sosial hadir, maka media sosial pun bisa digunakan sebagai sebuah wadah untuk melakukan penataan diri.

Kehadiran media sosial tidak berbayar, yang sekarang sudah sangat bervariasi, membuat penggunaan media sosial menjadi suatu praktek yang lumrah. Tanpa memerlukan keahlian khusus bahasa pemrograman, memanfaatkan media sosial menjadi sangat mudah (user friendly). Sehingga hampir semua kalangan pun menjadi familiar dengan media sosial ini. Kemutakhiran teknologi media sosial di sisi konvergensi media, hyperteks, dan simulasi membuat media sosial ini semakin diminati. Bahkan, mobile application untuk media sosial ini membuat setiap orang bisa menggunakan dimana saja dengan bermodalkan telepon selular (termasuk smartphone) sepanjang ada jaringan.






Tentunya berbagai kajian mengenai fenomena ini telah menarik perhatian beberapa pakar komunikasi, namun salah satu area yang bisa menarik perhatian adalah presentasi diri. Berawal dengan pemikiran bahwa manusia adalah aktor dalam panggung kehidupan ini, maka tentulah apa yang ditampilkan di panggung akan berdasarkan penataan. Seiring dengan perkembangan medium, setiap individu (menjadi pengguna) akan memasuki presentasi diri yang termediasi. Apalagi, jika kesempatan mempresentasikan diri ini berada pada konteks media sosial. Sekilas terlihat bahwa kehadiran media sosial seperti Facebook, Twitter, Blog dan LinkedIn memberikan ruang yang seluas-luasnya bagi setiap individu (user) untuk berkreasi, khususnya dalam menampilkan diri masing-masing.

Media sosial

Sejak kemunculan classmates.com dan sixdegrees.com di pertengahan tahun 1990-an, maka berbagai jenis media sosial mulai bermunculan dan bahkan sudah spesifik ke bidangbidang tertentu. Hal ini terlihat dengan adanya media semacam Facebook, Twitter, LinkedIn (mengkhususkan untuk bisnis dan profesional), devianART (mengkhususkan ke digital art), Wayn dan CouchSurfing (travelling), Flickr (berbagi foto), dan beberapa lainnya. Dengan adanya perkembangan yang pesat ini, pengguna mendapatkan kesempatan yang seluasluasnya untuk memaksimalkan tujuan berintekasi sosial ataupun melakukan pengembangan dirinya.



Media sosial pun merambah sampai pada alat untuk menggerakan massa. Begitu pula dengan adanya komunitas-komunitas yang dibentuk di dalam media sosial, yang baik komunitas yang telah ada maupun komunitas yang terbentuk khusus karena adanya pertemuan di dunia maya. Kehadiran media sosial membuat setiap orang berpotensi untuk menjadi komunikator massa. Setiap individu berpotensi untuk menyampaikan berbagai kejadian di belahan bumi tanpa harus membawa beritanya ke meja redaktur atau editor. Media sosial bisa dipakai untuk menunjuang aktivitas rutin pengguna atau aktivitas lainnya. Beberapa perusahaan atau individu menggunakan media sosial untuk melancarkan aktivitas bisnisnya.

Presentasi Diri

Presentasi diri atau sering juga disebut manajemen impresi (impression management) merupakan sebuah tindakan menampilkan diri yang dilakukan oleh setiap individu untuk mencapai sebuah citra diri yang diharapkan. Presentasi diri yang dilakukan ini bisa dilakukan oleh individu atau bisa juga dilakukan oleh kelompok individu/tim/organisasi (Boyer, dkk, 2006:4).

Presentasi diri yang terjadi di dalam new media akan berbeda-beda berdasarkan jenis mediumnya. Jika medium tersebut adalah homepage pribadi, maka presentasi diri akan terjadi lebih konstan dan tetap. Hal disebabkan frekuensi untuk melakukan perubahan-perubahan di dalam medium tersebut tidak terlalu tinggi. Kondisi yang berbeda muncul ketika mediumnya adalah Twitter, microblog. Pengguna Twitter mempresentasikan dirinya melalui biografi singkat dan tweets. Tweets merupakan salah satu cara yang paling dominan di dalam Twitter untuk mempresentasikan diri. Sementara tweets ini, yang bersifat dinamis dan interaktif, mengalami perubahan yang sangat cepat dari waktu ke waktu. Sehingga, medium seperti Twitter membuat presentasi diri berlangsung lebih dinamis (Marwick & Boyd, 2010:2-3).

Media Sosial dan Presentasi Diri

Ketika mengkaitkan antara media sosial dan presentasi diri, bisa terjadi pandangan yang cukup kontradiktif. Di satu sisi, presentasi diri yang berakar dari interaksi tatap muka antar individu memandang presentasi diri melalui media sosial akan menghilangkan elemen non verbal komunikasi dan konteks terjadinya komunikasi. Sehingga presentasi diri tidak maksimal di dalam media sosial.

Dari sisi medium, ekspresi non verbal maupun konteks bisa dijembatani dengan adanya aplikasi khusus yang bisa melambangkan ekspresi. Emoticons, animasi, simulasi, hypertext dan kata atau simbol tertentu bisa digunakan untuk menggambarkan ekspresi. Dengan demikian, terkadang kemampuan untuk melakukan kreasi terhadap media sosial yang dipakai bisa membuat ketiadaan ekspresi non verbal menjadi tidak terasa. Sebagai contoh, jika ingin memberikan senyum, maka biasanya di ketikkan tanda “:” dan “)”, jika ingin tertawa biasanya diberikan tanda “:” dan “D”, untuk mengungkapkan tertawa dengan “LOL” = laugh out loud , dan untuk menggambarkan konteks biasanya di tambahkan elemen *ngakak*, *loncat-loncat*, *cross finger* dan berbagai kreasi lainnya yang dipakai.



 



 Selain itu, kehadiran kajian presentasi diri di media baru sudah dilakukan oleh beberapa orang. Luik (2010:402) menemukan bahwa terdapat beberapa kajian yang memfokuskan pada blog. Dominick (1999) memulai kajian presentasi diri ke World Wide Web dengan mengukur strategi presentasi diri pada web pribadi. Selain digunakan oleh pribadi, presentasi diri atau manajemen impresi bisa dilakukan dalam konteks organisasi atau institusi. Seperti yang dikutip oleh Boyer dkk (2006), Niven dan Zilber (2001) pernah melakukan kajian pada website anggota kongres. Pengguna media sosial akan menata media yang dipakai selayaknya sebuah ‘ruang tamu’, bahkan ‘kamar’, bagi para pengunjungnya. Joseph Dominick (1999:646) pernah melakukan penelitian mengenai presentasi diri di website pribadi.

Dalam media sosial, setidaknya ada dua fase penting dalam presentasi diri yaitu fase awal perkenalan dan fase berteman. Dalam fase awal perkenalan, pengguna akan saling mencari informasi mengenai calon temannya di media sosial. Misalkan di medium Facebook, pengguna melakukan eksplorasi terhadap akun calon temannya baik itu biodata, foto-foto, teman-temannya, update statusnya, bergabung di grup mana, bermain game apa, dan bebagai elemen lainnya. Fase berteman merupakan fase yang lebih dinamis karena pengguna dan temannya (atau teman-temannya) sudah memiliki interaksi yang dan impresi awal. Seperti yang telah diutarakan bahwa identitas dalam konteks media sosial akan lebih bersifat dinamis, maka fase berteman akan berpotensi untuk mengubah atau mempertahankan impresi awal. Selain itu, fase pertemanan yang terjadi di media sosial membuat presentasi diri terkesan lebih kompleks dari dunia nyata.

Presentasi diri dalam media sosial juga bisa dipandang sebagai sebuah bentuk revitalisasi atau eksperimen terhadap identitas dirinya. Individu bisa saja memiliki kendala dalam melakukan presentasi diri sesuai dengan impiannya. Misalkan saja, dalam kehidupan keseharian seorang individu yang ingin banyak memberi komentar terhadap peristiwaperistiwa yang sedang terjadi mengalami kendala semantik maupun konteks dalam menyampaikan. Media sosial memberikan ruang yang seluas-luasnya bagi pengguna tersebut untuk mempresentasikan dirinya. Seorang mahasiswa yang dalam kesehariannya mengalami kendala dalam mempresentasikan dirinya, bisa begitu berbeda cara mempresentasikan dirinya di media sosial. Dalam konteks gender, identitas yang ada di dunia nyata juga bisa dieksperimenkan di dalam media sosial.

Dalam mempresentasikan diri, para pengguna harus mengatur penampilan mereka dengan berbagai strategi. Apa yang dipublikasikan atau konten dalam media sosial harus melalui standar editorial diri yang dimiliki. Maka dari itu, mereka harus memiliki strategi dalam mengkonstruksi identitas mereka. Jones (1990) menyatakan rangkuman dari lima strategi dalam konstruksi presentasi diri yang diperoleh dari eksperimen terhadap situasi interpersonal:

Ingratiation
       Tujuan pengguna strategi ini adalah agar ia disukai oleh orang lain.
Competence
       Tujuan dari strategi ini agar dianggap terampil dan berkualitas.
Intimidation
       Pengguna strategi ini bertujuan untuk memperoleh kekuasaan.
Exemplification
Tujuan dari strategi ini agar dianggap secara moral lebih unggul atau memiliki standar moral yang lebih tinggi.
Supplication
Tujuannya adalah merawat atau tampak tidak berdaya sehingga orang lain akan datang untuk membantu orang tersebut.

Strategi-strategi yang ada ini dipakai bisa dipakai oleh pengguna dalam memodifikasi akun media sosialnya. Implementasi dari masing-masing strategi ini akan bergantung pada kehendak pengguna memodifikasi media sosial yang dimilikinya.

Terkait dengan karakteristik masing-masing media sosial, maka setiap individu bisa memiliki beberapa akun di media sosial. Misalkan saja seorang individu memiliki akun di Facebook, lalu memiliki akun di Twitter, dan di Wordpress. Hal ini umumnya terjadi sehingga terkesan satu individu bisa menjadi tiga virtual self. Tentunya, memiliki tiga akun sekaligus juga bisa dipandang sebagai sebuah strategi dalam mempresentasikan diri. Akan tetapi, ada satu hal yang perlu digarisbawahi adalah setiap media sosial memiliki karakteristiknya masing-masing sehingga pengguna harus bisa menyesuaikan cara-cara mempresentasikan dirinya sesuai dengan sosok impiannya. Sehingga media sosial sampai pada titik ini merupakan sebuah wadah bagi individu untuk melakukan eksplorasi serta leluasa terhadap presentasi dirinya.



Rabu, 02 Oktober 2013

Test Psikotest Melalui Internet Secara Online



Psikologi dan Teknologi Internet


Test Psikotest Melalui Internet Secara Online

1. Pendahuluan
Hampir semua orang dapat mengakses berbagai informasi dari internet, karena perkembangan zaman yang sudah sangat pesat. Selain sebagai wahana mencari informasi, internet juga banyak digunakan sebagai lahan untuk berbisnis. Melalui internet kita dapat memperoleh informasi tentang tes psikologi, dan bahkan dapat memperoleh layanan tes psikologi secara langsung dari internet. Pada zaman yang sudah canggih seperti saat ini seorang tenaga kerja tidak harus repot-repot mengadakan pertemuan secara langsung atau pertemuan fisik dengan dengan konsultan yang mencari tenaga kerja yang diinginkan kriterianya. Dengan menggunakan tes psikologi secara online akan menguntungkan kedua belah pihak seperti biaya, waktu dan tenaga. Serta calon karyawan dengan konsultan tidak harus pusing-pusing mengatur jadwal untuk mengadakan pertemuan. Individu hanya membuka alamat tes yang diinginkan tersebut dan mengikuti langkah-langkahnya lalu menjawab pertanyaan yang tersedia. Selain lebih murah tes psikologi online juga praktis dan tidak harus capek-capek ke psikolog untuk melakukan tes psikologi. Dibandingkan dengan tes psikologi kepada seorang psikolog, tes psikologi secara online tidah harus menunggu waktu yang lama untuk mengetahui hasilnya. Dengan mudahnya pemakaian tes psikologi secara online factor inilah yang menbuat individu lebih suka melakukan tes secara online.

2. Teori
Psikotest merupakan tes psikologi seseorang dimana dari hasil tes itu diketahui sifat orang yang ditest. Dalam melamar pekerjaan pasti melewati tahap ini, sehingga seseorang akan dinilai cocok atau tidaknya dengan pekerjaan yang akan dihadapi. Tes psikotes dapat dilakukan secara online tanpa harus bertatap muka secara langsung, tes psikotest online sangatlah menarik sehingga tidak akan membuat seseorang bosan. Psikotest online tersebut dapat digunakan untuk mengetahui karakteristik alam bawah sadar, memori, kepribadian dan hal lain yang tersembunyi dalam diri seseorang.

Untuk mengetahui potensi kepribadian seseorang kemampuan intelegensi dan emosional telah lama dimulai dengan ilmu psikologi, yaitu melalui metode psikometri, yaitu dengan alat tes semacam psikotes, personality test, aptitude test, dan sebagainya. Metode pengukuran psikometri dilakukan dengan pengukuran statistik yang juga melibatkan observasi atau pengamatan langsung atas prilaku psikologis seseorang. Pada abad ini, selain dengan alat psikometri, ada sebuah metode pengukuran lain, yaitu metode biometri. Metode ini dilakukan memlalui basis struktur fisik atau biologis. Saat ini, yang sering digunakan sebagai data pengukuran biometri adalah bentuk tubuh, wajah, suara, kornea mata, dan sidik jari. Metode pengukuran biometri mencoba menginterpretasikan aspek psikologis seseorang berdasarkan hubungan dengan struktur biologisnya.

 Contoh Metode Psikometri (Aptitude Test)
 
 


Contoh Metode Biometri (Retina Scan)
 


 

Pengukuran metode psikometri akurat untuk mendapatkan informasi faktual atas kondisi kepribadian seseorang. Namun, belum tentu dapat menyibak potensi genetis atau faktor nature yang mungkin telah bias karena pengaruh lingkungan saat dilakukan pengukuran. Demikian pula sebaliknya. Pengukuran metode biometri akan dapat mengungkap potensi genetis secara lebih akurat, tetapi tidak dapat mengungkap keadaan faktual.

Psikotes banyak kita jumpai penggunaannya baik untuk keperluan medis (terapi) maupun non-medis seperti pada tes seleksi untuk penerimaan karyawan baru atau tes kenaikan jabatan karyawan perusahaan. Psikotes atau tes psikologi ini bertujuan untuk mengukur fungsi kognitif dan emosi seseorang. Saat ini ada banyak jenis tes (psikotes) yang digunakan secara luas dan dapat dipelajari untuk menunjang kesuksesan pekerjaan dan karir seseorang. Psikotes ini berdasarkan metode tesnya, dapat dibagi menjadi tiga jenis:
1. Psikotes menggunakan media grafis (gambar)
Dalam psikotes jenis ini gambar yang dibuat oleh seseorang digunakan untuk menilai kemampuan, karakter dan kepribadiannya. Termasuk psikotes grafis/gambar adalah Tes Wartegg, Tes DAP (Draw A Person), Tes Baum Tree dan Tes HTP (House Tree Person).

Tes Wartegg
 
 
2. Psikotes menggunakan kuesioner
Dalam psikotes jenis ini jawaban-jawaban seseorang terhadap sejumlah soal yang diberikan kepadanya digunakan untuk menilai kemampuan, karakter dan kepribadiannya. Termasuk psikotes kuisioner adalah Tes Army Alpha, Tes Efektifitas Diri, Tes Enneagram, Tes EPPS, Tes MBTI, Tes Ketelitian, Tes Kode dan Ingatan, Tes TPA (Kuantitatif, Logika, Verbal & Spasial), Tes MAPP, Tes Motivasi Kepemimpinan, Tes Motivasi, Tes Koran Pauli, Tes Skala Kematangan (TSK), Tes Kerjasama dan Tes Potensi Sukses.

Tes Enneagram
 

3. Psikotes menggunakan wawancara
Dalam psikotes jenis ini jawaban-jawaban seseorang terhadap pertanyaan yang diajukan secara lisan melalui tatap muka langsung (wawancara/interview) dengan penguji digunakan untuk menilai kemampuan, karakter dan kepribadiannya.


Tes Psikologi mempunyai fungsi sebagai berikut:
1. Fungsi seleksi
Tes Psikologi berfungsi sebagai seleksi jika digunakan untuk memilih individu-individu yang sesuai dengan kualifikasi yang diharapkan, misalnya tes masuk suatu lembaga pendidikan atau tes seleksi jabatan tertentu.
2. Fungsi Klasifikasi
Yaitu mengelompokkan individu-individu dalam kelompok sejenis. Misalnya mengelompokkan siswa yang mempunyai masalah sejenis, sehingga dapat diberi bantuan yang sesuai dengan masalahnya. Atau mengelompokkan siswa ke dalam program khusus tertentu.
3. Fungsi deskripsi
Tes ini berfungsi untuk menjelaskan profil seseorang, baik kepribadian, tingkahlaku,
kemampuan, minat dan bakat dan sebagainya
4. Mengevaluasi suatu treatment
Tes psikologi digunakan juga untuk mengavaluasi suatu treatment/tindakan yang telah dilakukan terhadap seseorang atau sekelompok individu. Ini untuk mengavaluasi sampai tingkat mana keberhasilan treatment yang sudah diberikan. Evalusi ini sangat membantu untuk meneruskan tindakan selanjutnya yang akan diambil.
5. Menguji suatu hipotesis
Tes psikologi juga bisa digunakan menguji sebuah hipotesis dan asumsi yang ada. Ini dikarenakan, bahwa tes psikologi disusun dari sejumlah penelitian  ilmiah sebelumnya. Contoh penggunaan tes psikologi untuk menguji hipotesis ini seperti membandingkan hasil eksperimen yang sudah didapatkan dengan tes psikologi yang sudah dibakukan.


3. Analisis
Tes Psikotest dapat di lakukan secara online dimana saja, kapan saja dan oleh siapa saja, seseorang hanya membuka alamat test tersebut, misalnya saja kita dapat membuka alamat
http://www.psikotes.co.id/web/ atau http://belajar-online.ptkpt.net/. Berikut ini merupakan contoh dari beberapa test psikotest secara online :

 

 

 
 


Seperti pada tes-tes psikotest diatas, dimana seseorang diminta untuk mengisi soal-soal secara cepat, tepat dan benar dalam waktu yang ditentukan, setelah itu seseorang dapat melihat hasilnya dengan mudah setalah selesai mengerjakannya. Seperti pada salah satu contoh tes nomer 1 yaitu tes ‘PRIBADIKU’, yaitu tes untuk mengenali tipe kepribadian seseorang yang mempengaruhi gaya belajar, gaya berkomunikasi, pengambilan keputusan (problem solving) serta cara kerja seseorang dalam menghadapi suatu hal.

Beberapa dampak psikologi online :

- *    Dampak Positif:

1.   Menghemat biaya, waktu dan tenaga
2.   Efisien dan efektif
3.   Seseorang dapat melakukan tes wawancara melalui video call dimanapun dan kapanpun
4.   Seseorang dapat dengan mudah melakukan tes psikologi dengan menggunakan panduan         software khusus yang tersedia
5.   Dapat melakukan interaksi dengan kolega dengan menggunakan e-mail


- *    Dampak Negatif:


1. Bersifat ‘tidak pasti’ karena faktor tersebut dapat memutarbalikan perhitungan logis seseorang.
2.  Seseorang sudah mengetahui materi tesnya terlebih dahulu sehingga mengerjakannya lebih mudah dan membuat hasil tesnya menjadi lebih baik
3.   Dapat terjadi manipulasi ketika dilakukan tes wawancara secara online
4.  Adanya hambatan dalam menggunakan video call karena biasanya sering terjadi gangguan dalam berlangsungnya wawancara seperti suara yang terputus-putus karena jaringan yang kurang bagus
5. Terkadang sulit untuk menentukan kebenaran informasi, karena media online tidak selalu akurat


4. Referensi