Saya dan Cita-Cita
Jika
bicara mengenai cita-cita, semua orang tentunya memiliki harapan itu dari
mereka kecil. Tidak asing lagi bagi kita mendengar kata itu. Cita-cita
merupakan suatu harapan tentang keberhasilan ataupun kesuksesan yang ingin
dicapai seseorang di masa depan. Ketika saya kecil, saya menganggap cita-cita
sebagai suatu bayang-bayang kehidupan yang nikmat, penuh dengan suka cita dan
apapun yang saya inginkan akan bisa tercapai. Tapi tentu itu hanyalah pandangan
ketika kita masih belum mengetahui bagaimana situasinya, apa yang dilakukan,
bagaimana mencapainya dan lain-lain, karena cita-cita dulu hanyalah sebuah
pertanyaan sederhana yang sering ditanyakan oleh orang-orang dewasa seperti
orang tua, tante, kakek, nenek dan sebagainya. Namun seiring berjalannya waktu
menuju proses dewasa yang kita alami dari lingkungan, waktu, pergaulan, cara
mendidik yang berbeda tentunya membuat kita agar berpikir ulang tentang
cita-cita yang telah kita rencanakan di masa lalu. Mungkin akan berubah atau
akan menjadi lebih kuat cita-cita tersebut tergantung bagaimana kita menyikapi
proses tersebut.
Ada
sebuah ungkapan “kerjarlah ilmu sampai ke negeri Cina” yang merupakan pepatah
bagi orang-orang yang ingin meraih kesuksesan tanpa menyerah pada suatu situasi
saja. hal tersebut juga menjadi landasan saya dalam menentukan pilihan hidup
saya. Ketika saya kecil saya memiliki cita-cita ingin menjadi pengacara ataupun
jurnalis, karena bagi saya kedua profesi itu memiliki sisi kemanusiaan dan
sosial yang cukup tinggi, seperti pengacara yang dapat membela orang yang lemah,
menegakkan hukum dan keadilan tanpa menodainya serta harus mampu berempati
kepada semua orang bukan hanya golongan tertentu saja. Sedangkan menjadi
jurnalis memiliki sisi keberanian yang tinggi dan dituntut lugas dalam
pembawaan dan bicara memiliki kewajiban yang cukup berat yaitu harus bisa
bertanggung jawab atas laporan yang ada dengan
menggali berita atau fenomena sesuai dengan fakta dan bersifat objektif
untuk disajikan pad akhalayak umum. Namun sayangnya kedua profesi itu tidak
bisa saya lanjutkan menjadi cita-cita saya kedepannya, karena saya kurang
memiliki keberanian untuk konteks yang memiliki resiko cukup besar. Tetapi saya
menjatuhkan pilihan saya dengan memilih profesi yang bagi saya tidak berbeda
jauh dari kedua cita-cita saya dahulu itu. Saya memilih untuk menjadi seorang
psikolog. Saya memilih profesi itu tidak mudah, tentunya proses perdebatan
dengan orang tua harus saya lalui dan menjelaskan bagaimana latar belakang dan
prospek kedepan seorang psikolog nantinya. Saya memilih menjadi psikolog karena
profesi ini smaa halnya dengan pengacara dan jurnalis, sama-sama bersifat
sosial dan kemanusiaan, namun konteksnya saja yang berbeda dan lingkup yang
dihadapi pun lebih kecil, disamping itu saya suka memperhatikan orang-orang
disekitar saya baik dari segi perilaku dan kepribadiannya, pelan-pelan saya
suka menilai bagaimana mereka kepada diri saya sendiri, dan saya baru menyadari
itu dimasa SMA. Jadi itulah alasan
mengapa saya memilih profesi psikolog untuk melanjutkan masa depan saya, passion saya ada di sana dan saya tidak
ingin menyia-nyiakannya, jadi saya belajar dan berjuang sekuat saya dibangku
kuliah untuk memahami betul ilmu psikologi ini sampai ke intinya. Karena saya
tidak ingiin mengecewakan kedua orang tua saya dan jika saya telah menentukan
pilihan, saya akan membuat pilihan itu menjadi sesuatu yang berarti bagi saya
dan bagi orang-orang disekitar saya.
Dalam
berbagai hal yang telah kita ketahui kenyataannya tersebut haruslah di dampingi
dengan rasa syukur, mental serta pengembangan potensi diri yang sudah kita
miliki. Agar dalam menyikapi berbagai keadaan yang tidak sesuai, kita dapat
berpikir ulang dan menentukan arah yang lebih baik lagi kedepannya.
Siapa Inspirasi Saya?
Dalam
menentukan dan mencapai cita-cita setiap orang pasti tidaklah muncul tiba-tiba
ataupun tidak memiliki alasan. Setiap orang pasti sebelumnya melihat orang lain
baik tokoh-tokoh dunia atapun orang yang sangat berpengaruh dalam beberapa hal
melalui di media cetak, media elektronik dan sebagainya sehingga ingin menjadi
seperti itu. Begitu pula dengan saya, saya memiliki salah satu tokoh perempuan
yang sangat menginspirasi saya, memang bukan dari dalam profesi yang sama
seperti yang sedang saya tempuh sekarang ini, namu beliau bagi saya memiliki
pengaruh yang sangat besar bagi saya ataupun bagi masyarakat umum diluar sana.
Beliau adalah Najwa Shihab, salah satu jurnalis teranyar di Indonesia dan
namanya cukup melekat di dunia pertelevisian, karena Najwa yang kerap disapa
Nana adalah salah satu wartawan atau reporter populer di Metro TV yang kemudian
diangkat menjadi presenter atau pembawa acara Metro TV, acara yang dibawakan
mulai dari news anchor program Prime Time Metro Hari Ini, talk show Today’s Dialogus, serta pragram yang sangat terpopuler
dan masuk dalam nominasi acara terbaik di dunia pertelevisian yaitu Mata Najwa.
Najwa adalah alumni fakultas hukum Universitas Indonesia tahun 2000. Saya
mengagumi beliau karena dedikasi dan independensinya yang sangat tinggi
terhadap dunia jurnalistik sudah tidak diragukan lagi. Walaupun kuliah jurusan
hukum, namun minat Najwa ada di bidang jurnalistik. Najwa selalu aktif dan
berprestasi di bidang akademis dan organisasi sejak dibangku sekolah, Najwa
juga sangat senang membaca buku, menulari kebiasaan ayahnya, itu sebabnya Najwa
memiliki ketekunan dan kerja keras yang patut di acungi jempol. Nana memiliki
sebuah kalimat yang selalu teringat sejak kecil yang dterlontar dari ibunya
yaitu “if you want something, go get it”
begitu Nana memaknai dorongan ibunya. Najwa menyebut ayah dan ibunya sebagai
dua orang yang paling berpengaruh terhadap perjalanan hidupnya hingga menjadi
sukses seperti sekarang.