Selasa, 24 November 2015

Tugas 3: Saya dan Cita-Cita

Saya dan Cita-Cita


Jika bicara mengenai cita-cita, semua orang tentunya memiliki harapan itu dari mereka kecil. Tidak asing lagi bagi kita mendengar kata itu. Cita-cita merupakan suatu harapan tentang keberhasilan ataupun kesuksesan yang ingin dicapai seseorang di masa depan. Ketika saya kecil, saya menganggap cita-cita sebagai suatu bayang-bayang kehidupan yang nikmat, penuh dengan suka cita dan apapun yang saya inginkan akan bisa tercapai. Tapi tentu itu hanyalah pandangan ketika kita masih belum mengetahui bagaimana situasinya, apa yang dilakukan, bagaimana mencapainya dan lain-lain, karena cita-cita dulu hanyalah sebuah pertanyaan sederhana yang sering ditanyakan oleh orang-orang dewasa seperti orang tua, tante, kakek, nenek dan sebagainya. Namun seiring berjalannya waktu menuju proses dewasa yang kita alami dari lingkungan, waktu, pergaulan, cara mendidik yang berbeda tentunya membuat kita agar berpikir ulang tentang cita-cita yang telah kita rencanakan di masa lalu. Mungkin akan berubah atau akan menjadi lebih kuat cita-cita tersebut tergantung bagaimana kita menyikapi proses tersebut.
Ada sebuah ungkapan “kerjarlah ilmu sampai ke negeri Cina” yang merupakan pepatah bagi orang-orang yang ingin meraih kesuksesan tanpa menyerah pada suatu situasi saja. hal tersebut juga menjadi landasan saya dalam menentukan pilihan hidup saya. Ketika saya kecil saya memiliki cita-cita ingin menjadi pengacara ataupun jurnalis, karena bagi saya kedua profesi itu memiliki sisi kemanusiaan dan sosial yang cukup tinggi, seperti pengacara yang dapat membela orang yang lemah, menegakkan hukum dan keadilan tanpa menodainya serta harus mampu berempati kepada semua orang bukan hanya golongan tertentu saja. Sedangkan menjadi jurnalis memiliki sisi keberanian yang tinggi dan dituntut lugas dalam pembawaan dan bicara memiliki kewajiban yang cukup berat yaitu harus bisa bertanggung jawab atas laporan yang ada dengan  menggali berita atau fenomena sesuai dengan fakta dan bersifat objektif untuk disajikan pad akhalayak umum. Namun sayangnya kedua profesi itu tidak bisa saya lanjutkan menjadi cita-cita saya kedepannya, karena saya kurang memiliki keberanian untuk konteks yang memiliki resiko cukup besar. Tetapi saya menjatuhkan pilihan saya dengan memilih profesi yang bagi saya tidak berbeda jauh dari kedua cita-cita saya dahulu itu. Saya memilih untuk menjadi seorang psikolog. Saya memilih profesi itu tidak mudah, tentunya proses perdebatan dengan orang tua harus saya lalui dan menjelaskan bagaimana latar belakang dan prospek kedepan seorang psikolog nantinya. Saya memilih menjadi psikolog karena profesi ini smaa halnya dengan pengacara dan jurnalis, sama-sama bersifat sosial dan kemanusiaan, namun konteksnya saja yang berbeda dan lingkup yang dihadapi pun lebih kecil, disamping itu saya suka memperhatikan orang-orang disekitar saya baik dari segi perilaku dan kepribadiannya, pelan-pelan saya suka menilai bagaimana mereka kepada diri saya sendiri, dan saya baru menyadari itu dimasa SMA.  Jadi itulah alasan mengapa saya memilih profesi psikolog untuk melanjutkan masa depan saya, passion saya ada di sana dan saya tidak ingin menyia-nyiakannya, jadi saya belajar dan berjuang sekuat saya dibangku kuliah untuk memahami betul ilmu psikologi ini sampai ke intinya. Karena saya tidak ingiin mengecewakan kedua orang tua saya dan jika saya telah menentukan pilihan, saya akan membuat pilihan itu menjadi sesuatu yang berarti bagi saya dan bagi orang-orang disekitar saya.
Dalam berbagai hal yang telah kita ketahui kenyataannya tersebut haruslah di dampingi dengan rasa syukur, mental serta pengembangan potensi diri yang sudah kita miliki. Agar dalam menyikapi berbagai keadaan yang tidak sesuai, kita dapat berpikir ulang dan menentukan arah yang lebih baik lagi kedepannya.


Siapa Inspirasi Saya?
Dalam menentukan dan mencapai cita-cita setiap orang pasti tidaklah muncul tiba-tiba ataupun tidak memiliki alasan. Setiap orang pasti sebelumnya melihat orang lain baik tokoh-tokoh dunia atapun orang yang sangat berpengaruh dalam beberapa hal melalui di media cetak, media elektronik dan sebagainya sehingga ingin menjadi seperti itu. Begitu pula dengan saya, saya memiliki salah satu tokoh perempuan yang sangat menginspirasi saya, memang bukan dari dalam profesi yang sama seperti yang sedang saya tempuh sekarang ini, namu beliau bagi saya memiliki pengaruh yang sangat besar bagi saya ataupun bagi masyarakat umum diluar sana. Beliau adalah Najwa Shihab, salah satu jurnalis teranyar di Indonesia dan namanya cukup melekat di dunia pertelevisian, karena Najwa yang kerap disapa Nana adalah salah satu wartawan atau reporter populer di Metro TV yang kemudian diangkat menjadi presenter atau pembawa acara Metro TV, acara yang dibawakan mulai dari news anchor program Prime Time Metro Hari Ini, talk show Today’s Dialogus, serta pragram yang sangat terpopuler dan masuk dalam nominasi acara terbaik di dunia pertelevisian yaitu Mata Najwa. Najwa adalah alumni fakultas hukum Universitas Indonesia tahun 2000. Saya mengagumi beliau karena dedikasi dan independensinya yang sangat tinggi terhadap dunia jurnalistik sudah tidak diragukan lagi. Walaupun kuliah jurusan hukum, namun minat Najwa ada di bidang jurnalistik. Najwa selalu aktif dan berprestasi di bidang akademis dan organisasi sejak dibangku sekolah, Najwa juga sangat senang membaca buku, menulari kebiasaan ayahnya, itu sebabnya Najwa memiliki ketekunan dan kerja keras yang patut di acungi jempol. Nana memiliki sebuah kalimat yang selalu teringat sejak kecil yang dterlontar dari ibunya yaitu “if you want something, go get it” begitu Nana memaknai dorongan ibunya. Najwa menyebut ayah dan ibunya sebagai dua orang yang paling berpengaruh terhadap perjalanan hidupnya hingga menjadi sukses seperti sekarang.